Terlebih dia menyayangkan dari 22 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang ada di Kota Palembang, tidak satupun yang memiliki laboratorium sejarah.
Padahal dia meyakini dana untuk membangun laboratorium sejarah di sekolah pasti ada.
Menurut Hudaidah, artefak untuk pembelajaran sejarah di Sumatera Selatan ini cukup banyak.
Karena sejarah Sumatera Selatan mulai dari masa Sriwijaya, Kerajaan Islam Palembang hingga Kesultanan Palembang Darussalam dan kolonial cukup panjang.
BACA JUGA:Jangan Sampai Salah! Ini Beda Maag dan Asam Lambung Kronis
BACA JUGA:Polda Sumsel Gelar Pengambilan Sumpah Peserta Selesi PKP, Ini Tujuannya
Namun artefak ini membutuhkan ruang penyimpan, semisal laboratorium sejarah di sekolah.
Jika guru sejarah di Sumatera Selatan memiliki inisiatif membuat laboratorium sejarah sekolah, Hudaidah mengaku yakin berbagai temuan artefak di masa panjang sejarah Sumatera Selatan.
“Termasuk hibah para kolektor seperti Pak Ibrahim ini dapat dikoleksi oleh laboratorium sejarah di sekolah-sekolah yang ada di Sumatera Selatan,” cetus Hudaidah.
“Sehingga hal tersebut mampu melestarikan berbagai jejak artefak sejarah, sekaligus menjadikan sumber pembelajaran sejarah lokal bagi siswa,” pungkasnya.
BACA JUGA:TORA Targetkan Pengelolaan 4,1 Juta Hektare (Ha) Lahan oleh Masyarakat
BACA JUGA:Demi Mempererat Silaturahmi Antar Anggota PNS dan Polri, Ini Cara Dilakukan Polda Sumsel
Sedangkan narasumber berikutnya, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang sekaligus dosen UIN Raden Fatah Palembang, Dr Jumanah MH mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 11/2010 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1/2022 tentang Cagar Budaya yang direlasikan dengan artefak sebagai sumber pembelajaran sejarah.
Cagar budaya ini menurut Jumanah, adalah kekayaan budaya bangsa, termasuk salah satunya artefak.
Selain harus dilindungi, berbagai cagar budaya dan artefak ini bisa menjadi sumber pembelajaran baik di perguruan tinggi maupun di sekolah.