Selanjutnya, Van Sevenhoven juga merekomendasikan agar kesultanan Palembang dihapuskan pada 25 Oktober 1825.
Bersamaan dengan itu, kekosongan Kuto Besak akibat diasingkannya Sultan Ahmad Najamuddin IV Prabu Anom.
Membuat Pemerintah Belanda mengurungkan niat membangun Benteng Frederik dan menjadikan Kuto Besak sebagai ganti Benteng Frederik.
Sehingga pada awal tahun 1826, sistem pemerintahan di Keresidenan Palembang berubah.
Pemerintah sipil disokong militer. Artinya, pengganti J.C Reijnst ditunjuk H.S. van Son sebagai residen Palembang pemegang pemerintahan sipil dibantu oleh Perdana Menteri Pangeran Kramadjaja untuk urusan sipil pribumi.
Perkuatan pemerintahan sipil selanjutnya ditunjuk Letnan Kolonel A.F. Kirst sebagai kepala militer Keresidenan Palembang.
BACA JUGA:SMB IV Ajak Caleg-Capres Berkampanye Positif
Kekuatan militer yang ditugaskan di Palembang pada tahun 1826 sebanyak 46 personil militer yang ditempatkan di Kuto Besak.
Dengan demikian, sejak saat itu, Kuto Besak dari bangunan kraton berubah menjadi benteng yang diduduki pemerintahan militer Belanda.
Pemerintahan militer Keresidenan Palembang bagian dari Departemen van Oorlog Pusat. Dibawahnya ada pemegang operasi yang dikepalai oleh kapiten atau letnan atau intendant dengan korps artillerie, korps genie, korps militaire administratie, dan korps militaire geneeskundige dients.
Tujuan utamanya adalah mengamankan daerah-daerah uluan yang masih bergolak, seperti di Pasemah dan Komering.
Kuto Besak sebagai benteng selanjutnya tata bangunan disesuaikan dengan keperluan bangunan administrasi militer.
Awalnya dalem masih difungsikan sebagai kantor Letnan Kolonel A.F. Kirst. Namun harem diruntuhkan dan dirombak menjadi kantor kepala korps.
Sedangkan keputren dan kolam diratakan dan dibangun asrama barak militer. Sehingga sejak saat ini, kuto besak hilang ciri kraton dan berubah menjadi benteng militer. Sepanjang masa kolonial Belanda ada beberapa kali renovasi didalam Kuto Besak, termasuk dalem dirubah dan menjadi kantor administrasi militer Keresidenan Palembang.
Pewarisan sebagai benteng militer terus berlanjut ke masa pendudukan Jepang. Kuto Besak dijadikan sebagai kantor kepala pemerintahan militer (gunseikan) Palembang yang dijabat oleh gunseikanbu Residen Militer Matsuki.