Kondisi ini sambung Agutina, dilihat adanya keberlanjutan dari Hindu-Buddha yang berkembang di masa Sriwijaya ke masa Islam ketika awal terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam.
“Kita membaca kehadiran kembali Bukit Siguntang dalam naskah Sulalatus-Salatin atau Sejarah Melayu yang ditulis oleh Tun Sri Lanang,” ulasnya.
Agustina mengaku pernah membaca naskah tersebut ditulis sekitar tahun 1400-1511 dengan huruf Jawi.
BACA JUGA:8 Menu Takjil Buka Puasa yang Cocok Dijual, Paling Laris dan Banyak Dicari!
BACA JUGA:Pak Sabar Mudik, Sajian Menu Buka Puasa dari Batiqa Hotel Palembang, Ini Menu dan Harganya
Narasi utamanya menerangkan bertumbuh kembangnya kerajaan-kerajaan Melayu di tanah Malaya.
Namun, hampir semua kekuasaan Melayu tersebut dilekatkan dengan mitos kehadiran manusia setengah dewa yang turun di Bukit Siguntang Palembang.
Tokoh ini bernama Demang Lebar Daun atau Sang Sapurba sebagai jelmaan tokoh pemersatu dunia Barat-Timur, Iskandar Zulkarnaen.
Demang Lebar Daun asal Bukit Siguntang inilah yang melahirkan raja-raja Melayu dari anaknya, Sri Tri Buana.
BACA JUGA:Nonton Mukbang Apa Bisa Batalkan Puasa? Simak Nih Biar Gak Gagal Paham
BACA JUGA:5 Ide Jualan Lauk Pauk Untung Besar di Bulan Puasa Ramadan 2024!
“Oleh sebab itu, Siguntang dianggap sebagai ulu Melayu,” jelas dosen Agribisnis Unsri yang memiliki ketertarikan berat pada bacaan-bacaan sejarah.
Selanjutnya, setelah melakukan diskusi, mahasiswa diajak untuk melihat langsung makam-makam tua di Bukit Siguntang.
Seperti Segentar Alam, Puteri Kembang Dadar, dan Panglima Bagus Kuning.
Lebih lanjut dalam narasi selama mengajak ke makam kuno Siguntang, sebagai ulu Melayu menurut Agustina, Siguntang banyak dikunjungi oleh peziarah dari Malaysia dan Singapura.
BACA JUGA:Panen 2 Kali Setahun, Kodam II/Swj Bangun Saluran Air di Lahan Rawa