‘Wah saudariku ini tambah cantik saja.’
Pemakaian muanai dan kelawai sampai saat ini masih dipertuturkan dalam kehidupan sehari-hari meskipun sedikit berkurang.
Hal ini terutama di lingkungan pusat kota atau kompleks perumahan baru yang masyarakatnya cenderung heterogen di Pagaralam.
Di pedusunan sapaan ini masih kerap terdengar.
BACA JUGA:Mitos Menyapu di Malam Hari, Bisa Kedatangan Makhluk Halus
Meskipun sudah ada pula perubahan.
Perubahan panggilan dari kelawaiku ke adingku atau ayuqku sudah biasa juga.
Bahasa Besemah secara gramatika sebetulnya sama dengan semua bahasa rumpun Melayu lainnya.
Tidak mengenal jamak atau tunggal untuk menentukan kata kerja atau kata benda, juga tidak mengenal pembedaan gender juga ingin menyebutkan kata benda.
BACA JUGA:Harga Selangit Batu Akik Blue Sky Kian Merajai Pasar Asia, Cek Faktanya di Sini
Jadi istilah muanai dan kelawai itu sekadar pembeda jenis kelamin saja tidak menjadi dasar membuat sebuah kata menjadi berbeda gendernya.
Muanai dan kelawai bukan karena ada cara tertentu membentuknya misalnya mu- menyatakan lelaki dan ke- menyatakan perempuan, misalnya.
Mengenai beberapa istilah yang hilang atau berkurang pemakaiannya seperti muanai dan kelawai tadi, memang ada kekhawatiran tersendiri bagi pencinta Bahasa Besemah.
Bahasa Besemah menurut para ahli sampai saat ini tidak termasuk bahasa yang rentan atau terancam punah.
BACA JUGA:Harga Selangit Batu Akik Blue Sky Kian Merajai Pasar Asia, Cek Faktanya di Sini
Ini kalau dilihat sekilas, bahasa Besemah masih menjadi bahasa vital di kalangan masyarakat Besemah.