Pembatasan Masa Jabatan Anggota Dewan Legislatif dalam Perspektif Demokrasi Konstitusional
Pembatasan Masa Jabatan Anggota Dewan Legislatif dalam Perspektif Demokrasi Konstitusional-Foto: Dokumen Ichsan Juliansyah, SH-
BACA JUGA:Kodim 0429/Lamtim Panen Jagung, Wujudkan Ketahanan Pangan
Yang dimana bahwasanya kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.
Hal ini dibuktikan bahwa banyak anggota dewan legislatif yang sudah menjabat beberapa periode memiliki celah lebih besar dalam terjerumus dalam kejahatan yang merugikan masyarakat dan merusak pembangunan di daerah maupun negara, yakni tindak pidana korupsi.
Hal tersebut dibuktikan dengan teori kebenaran korespondensi bahwa terdapat nama Setya Novanto, anggota DPR RI sejak periode 1999 hingga masa jabatan 2019 tanpa putus, yang artinya telah berkuasa selama 4 periode.
Namun, pada tahun 2017 ia terjerat kasus korupsi proyek pengadaan E-KTP yang mengalami kerugian negara sebesar Rp 2,6 triliun.
BACA JUGA:Bukti TNI AD Hadir di Masyarakat, Babinsa Ini Bantu Warga Cor Halaman Kantor Desa
Lalu ada nama Dudhie Makmun Murod, anggota DPR RI 3 periode mulai dari tahun 1999 hingga tahun 2014 yang tersandung kasus korupsi penyuapan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
Kemudian, Eri Zulfian yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi uang makan dan minum fiktif DPRD Kabupaten Padangpariaman 2010/2011.
Ia menjadi anggota DPRD Padang Pariaman sejak 1999-2004, kemudian terpilih kembali untuk periode 2004-2009 dan 2009-2014, atau Marthen Apuy yang terjerat kasus dugaan korupsi dana operasional DPRD Kutai Kartanegara Tahun 2005 senilai Rp 2,67 miliar.
Marthen Apuy menjadi anggota DPRD Kutai Kartanegara periode 2004-2009, anggota DPRD Kalimantan Timur Periode 2009-2014, dan anggota DPR RI periode 2014-2019.
BACA JUGA:Kader Warga Terlatih Dibekali Sistem Pertahanan Semesta, Bentuk Warga Patriot dan Cinta Tanah Air
Dan, masih banyak lagi kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota dewan legislatif sebagai akibat dari tidak adanya pembatasan masa jabatan anggota dewan legislatif.
Maka, untuk mengatasi tindak pidana korupsi dibutuhkan kebijakan hukum sebagai pengendali sosial sebagaimana yang dikatakan Soerjono Soekanto telah mendalilkan bahwa hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial, yang mana merupakan fungsi yang telah direncanakan dan bersifat memaksa agar anggota masyarakat dapat mematuhinya.
Lebih lanjut, bentuk pengendalian sosial tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yakni upaya preventif (pencegahan) dan upaya refresif (menahan).
Solusi atas tingginya kasus korupsi di kalangan anggota dewan legislatif selain terus dengan cara memaksimalkan aparat penegak hukum dalam menindak para pelaku korupsinya, dibutuhkan kebijakan hukum yang bertujuan untuk mencegah budaya korupsi di kalangan anggota dewan legislatif, yakni dengan cara memberikan batasan periode anggota legislatif.*