Menjaga Tradisi Tulis Masyarakat Iliran, Museum Negeri Sumsel Gelar Workshop Bersama Ratusan Guru Agama Islam
Plt Kepala Disbudpar Sumsel Pandji Tjahjanto dan Plh Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel Amarullah berfoto bersama narasumber, peserta dan tamu undangan Workshop “Aksara Arab Melayu dalam Manuskrip dan Mata Uang”.--Alhadi/koranpalpres.com
1. Prasasti Kedukan Bukit (683 M),
BACA JUGA:Berebut Jadi Sang Juara 2024, 155 Finalis Blusukan ke Museum Negeri Sumsel
BACA JUGA:Museum Negeri Sumsel Telusuri Jejak Marga, SMB IV Dorong Pembuatan Perda, ini Pendapat 4 Akademisi
2. Prasasti Talang Tuo (684 M),
3. Prasasti Sabokingking (abad ke-7).
Semua prasasti di atas jelas Andi Syarifuddin, ditulis dengan tulisan berbahasa Melayu Tuo, huruf Pallawa.
“Nah, sejak Islam hadir, huruf atau aksara yang digunakan adalah huruf Arab-Melayu,” tegasnya.
BACA JUGA:Beri Pemahaman Sejarah dan Budaya Ke Masyarakat, Museum Negeri Sumsel Gelar Seminar Hasil Kajian
BACA JUGA:6 Tahun Berturut-Turut Gelar Sang Juara, Museum Negeri Sumsel Semakin Dicintai Gen Z
Dalam abad ke18-19, keraton Kesultanan Palembang banyak melahirkan ulama-ulama besar terkemuka, penulis, yang mewariskan karya-karya ilmiah baik masih dalam bentuk manuskrip maupun cetak dalam bahasa Arab Melayu.
Di antara deretan nama ulama besar tersebut antara lain Syekh Abdus Samad al-Palimbani, Kemas Fakhruddin, Syekh Syihabuddin, Kemas Ahmad bin Abdullah, Syekh Muhammad Akib bin Hasanuddin, Syekh Muhammad Azhari, dan lain-lain.
Sejak Kesultanan Palembang Darussalam dimazlulkan oleh kolonial Belanda (1823), harta kekayaan dan khazanah koleksi manuskrip yang tersimpan di keraton dijarah dan diangkut oleh kaum penjajah (Belanda-Inggris) ke negaranya lebih dari 100 judul.
Dan kini sebagian tersimpan di berbagai perpustakaan dan museum di Belanda, Inggris, Paris, Rusia, Jakarta, dan lain tempat.
BACA JUGA:Wah! Ada GSS di Museum Negeri Sumsel Dipadati Siswa Sekolahan
BACA JUGA:Bikin Turis Mancanegara Terpana, Ini Sejarah Kain Batik Milik Istri AK Gani di Museum Negeri Sumsel