Menjaga Tradisi Tulis Masyarakat Iliran, Museum Negeri Sumsel Gelar Workshop Bersama Ratusan Guru Agama Islam
Plt Kepala Disbudpar Sumsel Pandji Tjahjanto dan Plh Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel Amarullah berfoto bersama narasumber, peserta dan tamu undangan Workshop “Aksara Arab Melayu dalam Manuskrip dan Mata Uang”.--Alhadi/koranpalpres.com
BACA JUGA:Sukses di Era Digital! Museum Negeri Sumatera Selatan Bikin Aksi Perubahan Besar-Besaran
Keberadaan Aksara Arab Melayu di Palembang
Sementara, salah seorang narasumber, Kms H Andi Syarifuddin dalam pemaparannya menyebutkan, dimulainya pertulisan Melayu di Nusantara tidak terlepas dari sejak masuk dan berkembangnya Islam itu sendiri.
Menurut kesimpulan seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, diperkirakan terjadi sekitar abad pertama Hijrah atau abad ke-8 Masehi langsung dari tanah Arab, dengan jalan damai melalui pelayaran dan perdagangan.
Semenjak Agama Islam hadir, Melayu dan Islam telah menyatu.
BACA JUGA:Belum Ramah Difabel, Disbudpar Sumsel Dorong Peningkatan SDM Pemandu Museum Negeri Sumsel
Melayu Islam secara umum adalah penerapan Islam dalam budaya Melayu.
Ketika Islam diadopsi oleh suatu bangsa atau suku bangsa seperti rumpun Melayu, maka akan terjadi akulturasi dalam budaya bangsa tersebut dengan nilai-nilai Islami.
Pertulisan aksara Arab-Melayu meliputi seluruh aspek kehidupan, seperti keagamaan, pendidikan, sejarah, adat istiadat, politik, kesusastraan, bahkan bidang medis, farmasi dan perobatan.
Dahulu, seluruh aktifitas masyarakat Melayu kesehariannya didokumentasikan menggunakan aksara Melayu atau Jawi dalam menulis dan mencatat.
BACA JUGA:Luar Biasa! Museum Negeri Sumsel Terima Hibah Alquran Tulisan Tangan Kiyai Delamat Berusia 2 Abad
BACA JUGA:Kaya Situs Megalitik! Begini Kata 4 Pakar di Seminar Kajian Koleksi Museum Negeri Sumsel
Variannya baik berupa inskripsi (nisan, prasasti, medali, cap, koin, meriam, dll), maupun manuskrip (surat, kitab, piagam, catatan sejarah, kontrak, pernikahan, undangan, resep, dll).
Bahasa yang digunakan pada jaman kerihin ialah Bahasa Melayu Tuo.
Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan prasasti-prasasti Palembang, di antaranya: