Apa Penyebab Harga Beras Mahal di Kikim Selatan Lahat? Sehingga Petani Jual Gabahnya

Petani sedang memanen padi dengan menggunakan alat pemotong modern, di areal sawah milik Warga Desa Tanjung Kurung, dan langsung dimasukkan ke dalam karung, Jumat 5 Januari 2024-Foto:Bernat Albar/-palpres

PALEMBANG, KORANPALPRES.COM - Beras merupakan salah satu komoditas utama, yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Hanya saja, hingga saat ini harga jual di kawasan Kikim Area masih tergolong tinggi berada diangka kisaran Rp 13.500 - Rp 14.000 perkilogramnya.

"Selain itu, penyebab utamanya adalah dipengaruhi oleh perubahan cuaca alias musim hujan.

Yang mana, banyak petani di Desa Nanjungan, Kecamatan Kikim Selatan rata-rata menjual langsung dalam kondisi gabah basah atau kering," sebut Kepala Desa (Kades), Agung Saputra, Ahad 7 Januari 2024.

BACA JUGA:Musim Kemarau Ekstrim Jadi Pemicu Harga Beras Naik, Pemda Muratara Lakukan Ini

Sekretaris Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) ini menambahkan, naiknya debit air Sungai Pangi pun menjadi faktor lainnya.

Sehingga 80 persen warganya kesulitan untuk menyeberang akibat derasnya arus.

"Panen padi kali ini bertepatan dengan musim hujan, dengan begitu, ketika menjemur sama sekali tidak menerima sinar matahari. Bahkan, ketika akan melakukannya tiba-tiba hujan turun," sebutnya.

Dia mengemukakan, dengan terpaksa banyak dari warga langsung menjual gabah, itupun dihargai kisaran Rp 6.100 hingga Rp 6.200 perkilonya.

BACA JUGA:Masyarakat Prabumulih Menjerit Harga Beras Melejit, Ini Upaya DPC Partai Demokrat

"Kalau musim panas, petani dapat menjual di harga Rp 9.000 sampai Rp 10.000. Apabila selama empat hari tidak bisa dijemur, maka padi tersebut akan rusak dan mengeluarkan bau tidak sedap," terang dirinya.

Bahkan, sambungnya, untuk di areal Kikim Barat dan Penjalang Suku Empayang Kikim Saling Ulu (Pseksu), mayoritas berkebun kelapa sawit dan karet. Hingga tidak dijumpai lahan pertanian disana.

"Makanya jangan heran, kalau harga beras relatif tinggi. Sebab pada kawasan disebutkan diatas memang sangat minim lahan pertanian khususnya bercocok tanam sawah," paparnya.

Ia mengemukakan, di sini memang penduduk desa bergantung kepada areal pertanian. Akan tetapi, tidak bisa lepas dari perkebunan, kopi, kelapa sawit dan karet.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan