PAGARALAM, KORANPALPRES.COM – Memasuki bulan Syawal atau lebaran, banyak masyarakat menikahkan anaknya selepas perayaan hari raya ini.
Warga Pagaralam, juga banyak yang menikahkan anaknya pada bulan ini.
Tradisi menikahkan anak pada bulan Syawal ini ternyata punya beberapa pertimbangan atau alasan.
Menurut Sutiono Mahdi, pengamat budaya dan bahasa Besemah tradisi menikahkan anak atau istilah bahasa Besemah ngaguqkah anaq selepas lebaran sudah berlangsung lama.
BACA JUGA:Kapan Batas Melaksanakan Puasa Syawal 1445 H atau 2024 Ini? Ini Penjelasan Kemenag RI
Tetapi sebenarnya pada masa lalu tradisi mengawinkan anak biasanya selepas masa panen atau “udem ngetam” namun, seiring perkembangan ternyata menjadi sesudah lebaran baik lebaran puasa tau haji.
Di samping karena memang disebut bulan baik, alasan lain yang mencakup tradisi itu antara lain adalah berikut ini.
Alasan sosial budaya
Pada bulan Syawal biasanya kemungkinan keluarga besar berkumpul lebih besar karena adanya libur yang serentak yakni libur atau cuti lebaran.
BACA JUGA:Bolehkan Menggabungkan Pelaksanaan Puasa Syawal dengan Membayar Utang Puasa? Yuk Cari Tahu!
Pada saat itu para pekerja kantoran dan anak-anak sekolah sama-sama berlibur sehingga yang berada di kota-kota lain atau para perantau bisa bersama-sama pulang kampung atau berkumpul.
Berbeda halnya dengan libur semesteran sekolah, biasanya para pekerja kantoran tidak libur.
Dengan waktu libur yang serentak maka pelaksanaan pernikahan disaksikan keluarga besar bisa lebih memungkinkan terjadi.
Suasana pernikahan bisa lebih meriah dan momen keluarga besar berkumpul bisa lebih terasa.
BACA JUGA:Ini Peristiwa yang Terjadi pada Bulan Syawal dalam Sejarah Perkembangan Islam