Yang lebih membahayakan adalah informasi ini dapat menyebar dalam waktu yang sangat cepat.
Polarisasi masyarakat. Penggiringan opini dan adu domba dapat sangat mudah dilakukan di media sosial sehingga dapat menyebabkan masyarakat terpolarisasi.
BACA JUGA:Pangdam II Sriwijaya Rayakan HUT Prajurit dan PNS Kodam II/Swj: Netralitas TNI Dalam Pemilu 2024
Kesimpulan
Pertanyaan tentang apakah televisi atau media sosial yang lebih efektif sebagai media kampanye politik tidak memiliki jawaban yang pasti.
Kedua platform memiliki keuntungan dan tantangan masing-masing. Televisi masih memiliki peran penting dalam mengenai pemilih, terutama mereka yang lebih tua dan yang telah terbiasa dengan media ini.
Di sisi lain, media sosial memiliki kemampuan untuk mencapai pemilih potensial yang lebih luas, khususnya generasi muda.
BACA JUGA: Peduli Kesehatan Balita, Peltu Khoirunsyah Monitoring Kegiatan Posyandu
Hal terpenting untuk menjadikan sebuah kampanye efektif adalah komunikasi.
Kandidat harus memiliki kemampuan komunikasi politik yang baik, dan menggunakan strategi komunikasi untuk mendapatkan suara dari masyarakat.
Mereka harus menyesuaikan pola dan strategi kampanye sesuai dengan preferensi pemilih.
Dalam kampanye politik yang efektif, kandidat harus memanfaatkan kedua media ini dengan bijak.
BACA JUGA:Prajurit Yonif 144/JY Gelar Panggung Hiburan, Tujuannya Tingkatkan Moril dan Semangat Dalam Bertugas
Kombinasi antara iklan televisi yang kuat dengan kehadiran aktif di media sosial dapat menjadi strategi yang efektif untuk mencapai beragam kelompok pemilih.
Selain itu, penting bagi pemilih untuk kritis dan bijaksana dalam mengkonsumsi informasi politik, baik dari televisi maupun media sosial, untuk memastikan bahwa pemilihan yang mereka buat berdasarkan pemahaman yang baik.*