Penulis: M. Irvan Firdaus
PEMILIHAN Umum (Pemilu) yang konon disebut dengan pesta demokrasi ini akan menjadi penentu masa depan Indonesia.
Para kandidat bersaing untuk menggaet pemilih dan memenangkan suara mereka.
Dari zaman dulu sampai sekarang, para politisi dan partai politik selalu memanfaatkan televisi untuk melakukan kampanye.
BACA JUGA:Satgas Yonif Raider 200/BN Beri Layanan Kesehatan Gratis Keliling Kampung
Televisi memang canggih dan dapat menjangkau khalayak luas, tetapi apakah televisi masih efektif jika digunakan untuk berkampanye di era modern ini? Atau malah media sosial yang lebih efektif?
Saya akan membahas tentang efektivitas kedua media ini melalui kacamata ilmu komunikasi.
Dengan mempertimbangkan perubahan demografis pemilih, keuntungan, dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh kedua platform tersebut.
Televisi: Kekuatan Konvensional Kampanye Politik
BACA JUGA:Berkunjung ke Polda Sumsel, Pj Wali Kota Palembang Disambut Langsung Kapolda dan PJU
Politisi biasa melakukan kampanye dengan cara terjun langsung menemui masyarakat, dan mengumbar janji.
Mereka tentunya menggunakan strategi komunikasi politik. Strategi komunikasi mereka adalah dengan menggunakan simbol, baik simbol verbal atau nonverbal, serta kata-kata yang persuasif.
Misalnya dengan berpakaian sederhana agar terkesan merakyat, murah senyum, dan melontarkan janji-janji manis.
Politisi juga harus menggunakan prinsip komunikasi strategis, di mana mereka harus mengetahui apa sebenarnya yang menjadi kebutuhan dan masalah di masyarakat agar mereka dapat meraih simpati masyarakat.
BACA JUGA:Pj Gubernur Agus Fatoni Buka Rakerwil Muhammadiyah se-Sumatera Selatan