Pandangan MUI Musi Banyuasin Terhadap Praktik Pinjaman Online Pada Aplikasi Fintech Lending

Jumat 23 Aug 2024 - 14:40 WIB
Reporter : Trisno Rusli
Editor : Trisno Rusli

Namun fintech lending pinjaman tunai tidak terlalu memberikan kejelasan terhadap sistem operasional yang tertera pada aplikasi atau yang sudah ada diperjanjian.

Seharusnya semuanya harus jelas dari awal maka telah terpenuhilah salah satu rukun dan syarat dari utang piutang. Begitu pula dalam transaksi utang piutang harus sesuai dengan rukun dan syaratnya sahnya akad, yakni orang yang melakukan akad harus cakap untuk melakukan tindakan hukum, baligh, berakal, objek atau barangnya harus diketahui jumlah atau nilainya, dan sehingga pada waktu pembayaran tidak menyulitkan karena harus sama jumlah atau nilainya dengan jumlah atau nilai barang yang diterima (Wawancara dengan Bapak K.H Ahmad Nizar, STHI selaku Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Musi Banyuasin, pada 13 Agustus 2024).

Demikian juga dengan proses ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.

Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariat Islam.

Kemudian akad ijab qabul di dalam online sekarang sudah banyak yang melalui aplikasi tidak harus bertatap muka, karena setelah mengisi persyaratan itu sudah termasuk ijab qabul antara si nasabah dengan perusahaan maka dapat dikatakan sah.

Namun pada Fintech Lending pinjaman tunai ini masih ada unsur ketidakjelasan dalam hal uang yang cair hingga batas waktu pengembalian uang atau tenor waktunya.

Demikian pula bahwa Fintech Lending pinjaman tunai ini ilegal, yang mana dapat menimbulkan adanya dharar bagi pengguna transaksi pinjaman tunai ini. Kemudian selain itu, pada sistem operasional  Fintech Lending pinjaman tunai adanya ketidakjelasan dalam pemberian pinjaman yang mana dalam peminjaman ada potongan terhadap pinjaman pokok awal.

Sementara dalam perjanjian awal tidak ada dijelaskan dan kesepakatan antara si peminjam dengan pihak fintech lending pinjaman tunai (Wawancara dengan Yudi, member aplikasi Fintech Lending, pada 14 Agustus 2024).

Selanjutnya mengenai batas waktu pengembalian atau tenor pinjaman. Dalam hal ini batas waktu pengembalian atau tenor waktunya minimal 91 hari namun, pada saat si peminjam mengklik tenor waktu 91 hari pada aplikasi pinjaman tunai, ternyata yang tersedia atau muncul hanya 7 hari.

Selain itu, setelah transaksi pinjaman dengan batas waktu 7 hari pengembalian, namun dalam waktu 5 hari pihak fintech lending pinjaman tunai sudah menagih uang pinjaman kepada si borrower  dan menghubungi semua nomor kontak telepon yang ada pada handphone si borrower (wawancara dengan Bambang, member aplikasi Fintech Lending, 14 Agustus 2024).

Hal demikian tentunya mengandung unsur gharar (ketidakpastian atau kejelasan) sebab tidak adanya kesepakatan atau perjanjian di awal transaksi, serta adanya unsur zhulm (hal merugikan) bagi peminjam atau pengguna fintech lending pinjaman tunai (Wawancara dengan Bapak K.H Ahmad Nizar, STHI selaku Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Musi Banyuasin, pada 13 Agustus 2024).

Kemudian pada fintech lending pinjaman tunai memiliki bunga pinjaman yang tinggi serta adanya denda atau dana tambahan dari pinjaman pokok yang harus dibayar, akan tetapi hal ini tidak ada penjelasan di awal perjanjian atau yang tertera dalam operasional fintech lending pinjaman tunai.

Maka borrower banyak yang tidak tahu hal mengenai dana tambahan dari utang pokok yang harus dibayar, jumlah uang yang mereka pinjam setiap harinya terus meningkat karena adanya dana tambahan dari utang pokok (Wawancara dengan Wawan, member aplikasi Fintech Lending, 14 Agustus 2024).

Hal ini sangat merugikan bagi pengguna fintech lending pinjaman tunai dan hal ini juga dapat menimbulkan unsur ketidakpastian dan unsur gharar dalam pinjaman online. Akad utang piutang termasuk salah satu akad yang bertujuan untuk menolong dan mengulurkan tangan kepada orang yang membutuhkannya.

Oleh karena itu, orang yang berutang biasanya adalah orang yang sedang dalam kesusahan ekonomi, sehingga tidak dibenarkan bagi siapapun untuk mencari keuntungan dalam bentuk apapun dari akad macam ini (Alfa Assegaf, Zaenab, 2019 : 84).

Sedangkan dana tambahan dari utang pokok yang terjadi pada fintech lending pinjaman tunai ini termasuk riba qardh adalah riba karena adanya persyaratan kelebihan pengembalian pinjaman yang dilakukan di awal akad atau perjanjian utang piutang.

Kategori :