Dinding bangunan tersebut tersusun dari papan kayu vertikal.
Terasnya merupakan teras tertutup dengan dua buah pjntu masuk dan dindingnya merupakan deretan jendela yang jika diperlukan dapat dibuka seluruhnya.
Lantainya merupakan lantai ubin dan semen berplester.
Atapnya berbentuk atap limas.
Meskipun bergaya arsitektur tradisional, namun pada beberapa komponen bangunannya memiliki sentuhan kolonial (Eropa).
BACA JUGA:Wujud Cinta Kebudayaan Lokal, Ini Dilakukan Satgas Yonif 200 Bhakti Negara di Kampung Seima
Di antaranya adalah kaki bangunan induk yang terbuat dari susunan pecahan batu alam (berwarna hitam) berperekat semen.
Lantai ubin/tegel berwarna abu kehijauan dengan kombinasi tegel warna merah hati.
Pemakaian pintu koboi pada penghubung ruang tamu dan ruang transit dan pintu penghubung ruang makan dengan pergola menuju bangunan tambahan.
Beberapa ornamen bangunan juga bercorak kolonial, salah satunya adalah motif ormanen terawangan pada ventilasi di atas pintu utama.
BACA JUGA:2 Desa di Sumsel Jadi Sasaran Utama Program Pemajuan Kebudayaan, Ini Alasannya!
BACA JUGA:Kemendikbudristek Kumpulkan Kepala Dinas Kebudayaan Se-Sumsel, Kira-Kira Bahas Apa Ya?
Dikutip dari giwang.sumselprov.go.id, Pangeran Roes merupakan cucu dari Abu Leman yang juga sebagai pangeran keturunan mangkubumi Kesultanan Palembang yang terkenal dengan nama Lidah Hitam.