Banyak juga kita lihat fenomena partai politik yang merekrut selebriti dan influencer, yang memiliki modal sosial yang tinggi, sebagai cara untuk meningkatkan elektabilitas di tengah masyarakat yang semakin meningkat.
Selain itu, teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam merubah strategi rekrutmen partai politik.
Jika pada masa lalu kampanye politik lebih banyak dilakukan melalui media konvensional, kini media sosial menjadi platform utama bagi partai politik untuk mempromosikan kandidat mereka dan berinteraksi langsung dengan pemilih.
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Temukan Fakta Mengejutkan, Musik dapat Kurangi Stres pada Hewan Ternak
Teknologi juga memungkinkan partai untuk lebih efektif dalam melakukan pengawasan internal, menggabungkan tren politik, serta mengidentifikasi figur-figur yang potensial untuk direkrut menjadi anggota partai politik.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan internal partai masih menjadi hambatan besar dalam proses rekrutmen yang ideal.
Partai-partai di Indonesia masih sering dihadapkan pada konflik internal antar fraksi yang memperebutkan pengaruh dan kekuasaan, sehingga rekrutmen kandidat masih seringkali didasarkan pada kompromi politik internal daripada pada kualifikasi kandidat itu sendiri.
Selain itu, masih minimnya keterwakilan perempuan dan kelompok marjinal dalam struktur partai dan daftar kandidat menunjukkan bahwa proses rekrutmen partai masih belum sepenuhnya inklusif.
BACA JUGA:Telisik Pendidikan Politik di Universitas Andalas, Membangun Generasi Cerdas dan Kritis
Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya representasi politik yang lebih adil dan transparan.