Berikutnya Panji menyebut karya sastra lainnya berupa "Hikayat Martalaya", yang seolah jendela ke masa lalu.
Hikayat satu ini merekam sejarah, moralitas, dan nilai politik Kesultanan Palembang, sembari menggabungkan unsur lokal dengan adab Islam.
Ia mencerminkan dunia istana yang penuh intrik, strategi diplomasi para pemimpin, serta struktur kekuasaan sosial politik masa itu.
BACA JUGA:Sebagai Pintu Terakhir Dilalui SMB II, Ini Harapan Besar SMB IV Atas Keberadaan Lawang Borotan
BACA JUGA: Benarkah Uang Pecahan Rp10 Ribu Bergambar SMB II Tidak Berlaku Lagi? Ini Penjelasan BI
“Termasuk karya SMB II lainnya adalah syair Sinyor Kosta,” sebut Panji.
SMB II sendiri menurut dia, bukan hanya sultan Palembang melainkan juga sastrawan ulung.
Naik tahta pascamangkatnya Sultan Mahmud Bahauddin, SMB II dikenal sebagai pemimpin cerdas dan organisator hebat.
Selama pengasingannya di Ternate, SMB II menulis "Pantun Sultan Badaruddin", yang penuh refleksi spiritual, rindu kampung halaman, dan keteguhan menghadapi penderitaan kolonial.
BACA JUGA:Innalillahi, 9 Tahun Melawan Stroke, Eden Arifin Pelukis Wajah SMB II Meninggal Dunia
SMB II juga dikenal sebagai tokoh perlawanan gigih melawan Inggris dan Belanda yang menjadikannya sebagai ikon sejarah Palembang.
Menurut Panji, tradisi penulisan di masa itu didukung oleh juru tulis keraton yang terorganisir, menciptakan sistem produksi intelektual yang efisien.
“Gaya klasik dengan tinta hitam-merah dan ilustrasi sederhana, plus struktur syair 4 baris, membuat karya-karya ini mudah diingat dan disebarkan,” urainya.
Ia mengimbuhkan, secara keseluruhan, kesusastraan era SMB II menunjukkan ledakan kreativitas, keilmuan, dan kesadaran politik masyarakat Palembang.