PALEMBANG, KORANPALPRES.COM – Pemerintah punya komitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.
Itulah sebabnya pemerintah menurunkan tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan dari semula paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen.
Pengambilan kebijakan tersebut dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya.
Seperti terhadap tarif pungutan makanan dan/atau minuman dan tenaga listrik, serta dalam bidang jasa perhotelan, dan jasa parkir.
BACA JUGA:Kenaikan Tarif Pajak Hiburan, Menparekraf Pastikan Ada Ruang Diskusi dengan Pelaku Usaha Wisata
BACA JUGA:Tahun 2024 Bapenda Lahat Target Realisasi Pajak Daerah Capai Rp 200 Miliar, Ini Strateginya
Bahkan untuk jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional pemerintah memberlakukannya dengan tidak dipungut bayaran.
Hal tersebut semakin menunjukkan bahwa pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.
Seperti dilansir dari laman Kemenkeu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana, dalam keterangannya, Selasa (16/1) lalu mengatakan PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru.
Itu sudah berlaku sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
BACA JUGA:Rezeki Awal Tahun 2024, Ini Apresiasi Pj Gubernur Sumatera Selatan kepada Warga yang Taat Pajak
“Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan,” kata Lydia.
Beberapa jenis kesenian atau tontonan yang telah diatur sebelumnya itu antara lain: jenis kesenian dan hiburan meliputi tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu.
Yakni pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.