Untuk sistem pemilihan pemimpin marga urai Chandra, juga beragam mekanisme.
Bukan hanya pemilihan secara langsung oleh masyarakat sehingga terlihat jelas bagaimana pengkotak-kotakan terjadi dan sengaja diciptakan oleh penjajah Belanda.
Ada juga pemilihan pemimpin marga kata Chandra, yang waktu itu diistilahkan dengan pesirah, berupa penunjukan secara langsung.
"Seperti yang kami temui dan dapati fakta sejarah marga di masyarakat Mekakau Ilir, Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, dan masyarakat Sungai Pinang, Ogan Ilir,” jelasnya.
BACA JUGA:Pertama di Indonesia: Heinz Mexican Whopper Terbaru!
Maka dari itulah imbuh Chandra, pihaknya menyadari bahwa sangat penting sekali untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah dari marga kapan dimulai dan kapan digunakan marga tersebut.
Sebelum nantinya hasil kajian itu dijadikan sebuah buku yang akan menambah sumber literasi di perpustakaan Museum Negeri Sumsel, penyelenggara seminar menghadirkan 3 orang narasumber, antara lain pemateri pertama yakni Staf Khusus Bupati Lahat Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Maryoto yang membawakan topik tentang "Marga Lahat dalam Kenangan".
"Marga yang ada di Tanah Pesemah itu ada sekitar 21 marga yang tersebar dari Prabumulih sampai tanah Pagaralam," tutur Maryoto.
Menurut sejarah juga bahwa Belanda pada saat penaklukan tanah Pesemah itu memakan waktu yang cukup lama dikarenakan marga dari Pesemah sudah menjadi kesatuan sejak lama.
BACA JUGA:Catat Kinerja Positif, Laba bersih Semen Baturaja Melonjak 25 Persen di Kuartal III 2023
"Dahulu pesemah ini memiliki julukan Palembang dataran tinggi, yang tentunya dikarenakan dataran yang bergelombang dan sejuk," ungkapnya.
Lalu narasumber kedua, yakni Wakil Rektor 1 UIN Raden Fatah Palembang DR H Muhammad Adil MA yang membawakan tema tentang "Adat Simbur Cahaya dalam Pusaran Pemerintahan Marga Sumatera Selatan”.
Dalam paparannya, Adil mengatakan bahwa sistem marga di Sumsel memang sudah diterapkan saat pemerintah Belanda untuk memudahkan mengatur rakyat jajahannya.
"Marga ini digunakan untuk sebagai pembeda saat pemerintah Belanda, yaitu digunakan oleh asisten residensial, yang di saat itu merupakan wakil Belanda untuk pribumi," ujar Adil.
BACA JUGA:Tol Palindra Tutup Sementara, Waktu Buka Cak Disini Ya
Pada saat Belanda angkat kaki dari Indonesia, sistem marga ini mulai ditinggalkan di ranah pemerintah namun masih eksis di kalangan budaya Masyarakat.