Museum Negeri Sumsel Telusuri Jejak Marga, SMB IV Dorong Pembuatan Perda, ini Pendapat 4 Akademisi
Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel Chandra Amprayadi dan Sultan Palembang Darussalam SMB IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diradja berfoto bersama narasumber dan peserta Seminar Menelusuri Jejak Marga 2.--Alhadi/koranpalpres.com
BACA JUGA:Museum Masuk Desa, Cara Cerdas Pemprov Sumsel Lestarikan Warisan Sejarah dan Budaya
Sebenarnya kata SMB IV masih melekat dalam pengetahuan kolektif masyarakat di Sumsel, sehingga sebaiknya pelembagaan marga ini dapat dihidupkan kembali supaya bisa menjadi salah satu penguatan kembali hukum adat yang ada di Sumsel.
“Kita ketahui bahwa aturan mengenai marga dan dusun sudah tertera dalam peraturan peralihan UUD 1945 jadi ini sebenarnya suatu hal yang sangat luar biasa bagi Sumsel mempunyai peraturan demikian,” tutur SMB IV.
Dia berharap melalui seminar ini dapat menghidupkan kembali pelembagaan marga di Sumsel supaya kita bisa bersama-sama menikmati hukum yang memang terbiasa dan orisinil atau asli di sini.
Kita lihat bahwa belum tentu aturan-aturan pemerintah pusat itu sesuai dengan aturan di sini.
BACA JUGA:LUAR BIASA! Di Puncak Hari Kearsipan Nasional, Museum AK Gani Palembang Terima Penghargaan
Karenanya sambung SMB IV, dalam otonomi daerah saat ini perlu sekali peran dari pemerintah, utamanya Gubernur membuat Peraturan Daerah (Perda) penguatan kembali lembaga marga ini di setiap tingkatan kabupaten hingga kecamatan ataupun kelurahan.
“Sehingga hukum atau aturan-aturan marga ini dapat kembali diterapkan dalam kehidupan masyarakat khususnya yang berada di uluan atau luar Kota Palembang yang memang terbiasa menggunakan peraturan marga seperti yang terdapat dalam UU Simbur Cahaya,” tukasnya.
Sementara dalam paparannya berjudul “Nilai-Nilai Simbur Cahaya”, Prof Dr Muhammad Adil MA membeberkan secara ringkas dan padat bagaimana proses kodifikasi UU Simbur Cahaya.
UU Simbur Cahaya sendiri disusun oleh Ratu Sinuhun, masa Pangeran Sedaing Kenayan (1630-1650) dalam bentuk piagam.
BACA JUGA:Wah! Ada GSS di Museum Negeri Sumsel Dipadati Siswa Sekolahan
Kemudian Abad ke-19 hingga ke-20 atau pasca VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sampai masa Kemerdekaan (1798 - 1979/83).
Masa pemerintahan Hindia Belanda adalah masa sangat penting.
Tahun 1852, HB, Residen de Brauw menugaskan As Residen Tebing Tinggi Van den Bossche untuk merancang sebanyak mungkin suatu kodifikasi hukum adat yang akan diterapkan untuk seluruh Palembang.
Penugasan ini bertujuan untuk melakukan penyeragaman hukum di samping sebagai rekonsiliasi dengan barat untuk kepastian hukum.