https://palpres.bacakoran.co/

Tradisi Khas dan Unik Memeriahkan Ramadan dari Masyarakat Berbagai Etnis di NTB

Tradisi baguba masih kental dilaksanakan di Desa Marente, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat saat Ramadan -sumbawanews-

Adapun 1001 ini melambangkan keberagaman dari tiga desa antara lain Sakra Selatan, Gelanggang dan Lepak.

Di masjid Dusun Matemega, Desa Marente, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, ada Tradisi ini dikenal masyarakat Sumbawa sebagai baguba atau lebih dikenal dengan sebutan beduk dadakan. Baguba terus dilestarikan di sejumlah masjid di Sumbawa sebagai bagian dari menunggu waktu berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan. Uniknya, di Dusun Matemega, anak-anak juga dilibatkan dalam tradisi ini, yang biasanya hanya diikuti pengurus masjid dan orang dewasa.

BACA JUGA:Tradisi Ramadan di Kalimantan Tengah, Ada Tradisi Keriang Keriut dan Lainnya

BACA JUGA:Inilah 5 Tradisi Jelang Ramadan di Kalbar yang Khas dan Masih Bertahan

Konon, tradisi baguba telah ada sejak ratusan tahun lalu, berawal dari masa penyebaran agama Islam di Sumbawa. Tradisi ini kemudian menjadi hiburan yang dinanti-nanti saat menunggu matahari terbenam. “Tradisi baguba biasa dilakukan usai shalat ashar sembari ngabuburit menanti maghrib untuk berbuka puasa,” ungkap Khaeruddin. Ia juga menegaskan bahwa baguba hanya dilaksanakan selama bulan Ramadhan; pada bulan-bulan lainnya, tradisi ini biasanya tidak digelar.

Tradisi Mangan Rowa menjelang datangnya bulan suci Ramadhan selalu dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Ledang, Kecamatan Lenangguar, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Setelah menyiapkan menu masakan, warga Desa Ledang, khususnya kaum perempuan, berbondong-bondong mendatangi masjid dengan membawa aneka masakan, ikan, dan buah-buahan menggunakan nampan (dulang) untuk pelaksanaan tradisi Mangan Rowa atau makan bersama.

Sumbawa  juga memiliki tradisi unik untuk berbuka puasa.

Selama sebulan penuh, makanan khas daerah Sumbaya yakni Sepat akan disajikan menjadi menu buka puasa. Tradisi inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan 30 Hari Puasa 30 Hari Sepat.

BACA JUGA:Selain Nyekar, Ini 7 Tradisi Sambut Ramadan di Jawa Timur

BACA JUGA:7 Tradisi Unik Sambut Ramadan di Yogyakarta, Mulai Upacara Lelabuhan Kesultanan, Hingga Apeman dan Nyadran

Sepat adalah makanan berupa ikan bakar, kuah asam, dan terong ungu. Rasa kuahnya yang asam-asam segar sangat dinikmati warga Sumbawa, terutama untuk menghilangkan lapar setelah seharian berpuasa. Ini adalah makanan yang harus ada selama Ramadan.

Putri Kamariah, salah seorang ibu yang tinggal di Desa Margakarya Sumbawa Besar menyebutkan bahwa bahan utama dari pembuatan Sepat adalah ikan bakar, terong ungu dengan bumbu dominan asam dan jeruk limau menghasilkan rasa dominan asam. 

Sedangkan masyarakat Bima punya tradisi Ka' a Ilo atau membakar lampu dari buah pohon Mantau dan biji jarak menjelang idul fitri ini adalah nostalgia masa silam bagi saya dan mungkin juga teman teman yang se zaman. Ka a Ilo biasa dilakukan setelah selesai magrib hingga waktu isya dan mencapai puncaknya pada H - 1 idul fitri.

Kini tradisi Ka a Ilo menyambut Dou Woro sudah jarang sekali ditemukan. Hal itu mungkin disebabkan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap Ajaran Agama Islam dan mungkin juga karena modernisasi kehidupan. Tetapi yang jelas, masyarakat Bima saat ini sangat kritis terhadap hal hal yang bertentangan dengan Alquran dan Sunnah.

BACA JUGA:Tradisi Sambut Ramadan Turun Temurun yang Meriah dan Ditunggu-tunggu Masyarakat Jawa Tengah, Apa Saja?

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan