Kisah Miris Nenek Asiah di Kandis Ogan Ilir, Lahan Diduga Diserobot dan Kini Tinggal di Gubuk Reot
Nenek Siti Asiah (70) warga Desa Santapan Timur Ogan Ilir yang tinggal di gubuk reot akibat lahannya yang berperkara sudah bertahun-tahun.-koranpalpres.com-
OGAN ILIR, KORANPALPRES.COM - Miris apa yang dialami nenek Siti Asiah (70), warga Desa Santapan Timur, Kecamatan Kandis, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumsel.
Pasalnya, harta bendanya sudah habis untuk memperjuangkan lahan belasan hektar miliknya yang diduga di serobot, dan hingga kini masih diperjuangkannya.
Namun, karena permasalahan ini juga harus menerima nasib tak beruntung di masa tuanya, ia harus tinggal di dalam gubuk reot nyaris ambruk bersama kedua anaknya.
Lebih kurang sudah 15 tahun, dirinya menempati gubuk reot di tengah perkebunan karet, jauh dari permukiman warga tersebut.
BACA JUGA:Wah! Ada Perwakilan Kejari Ogan Ilir Dalam Rakor Penanggulangan Bencana Asap Akibat Karhutla
BACA JUGA:Bupati Ogan Ilir Lantik 8 Pejabat Eselon II, Ini Nama dan Jabatannya
Berawal pada tahun 2010 lalu, lahan miliknya digugat tiga orang warga, bahkan pihak penggugat mengajukan banding hingga akhirnya dikabulkan pada 2012.
"Padahal tanah saya ini sudah SKT (Surat Keterangan Tanah red) tahun 1970 dan ada surat jual-belinya. Memang waktu itu tanah kami belum ada sertifikat," ungkapnya ditemui di gubuk reotnya.
Tidak mau haknya diserobot, Asiah beserta kedua anaknya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan dinyatakan menang.
Meskipun dinyatakan menang di tingkat kasasi, tapi lensia ini harus kembali memperjuangkan haknya.
BACA JUGA:SERU! Lomba CQB Airsoft Watergel Blaster Warnai Semarak HUT RI ke-80 di Ogan Ilir
BACA JUGA:Salah Satu Bidang Kejari Ogan Ilir Ini Gelar Kegiatan Jaksa Menyapa, Siapa Itu?
"Pada tahun 2013, ternyata tanah saya dijual pihak penggugat ke salah satu perusahaan di Kecamatan Kandis," ungkap Asiah.
Tak sampai di situ, pihak penggugat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 2016 dan kembali pihak Asiah dinyatakan menang.
Diakui Asiah, dia dan keluarganya sudah kehabisan harta benda untuk mengurus perkara lahan tersebut selama bertahun-tahun.
Ketika ada bangunan perusahaan dan sebuah galian di atas tanah milik Asiah, dia dan keluarga tak memiliki uang untuk mengajukan eksekusi lahan ke pengadilan.
BACA JUGA:Pelaku Pencurian di Ogan Ilir Ini Tertangkap Tangan, Lihat Apa yang Dibawa
BACA JUGA:TEGAS! Kasie Propam Polres Ogan Ilir Ingatkan Anggota, Hindari Pelanggaran Disiplin dan Kode Etik
"Luas tanah yang dijual ke perusahaan itu panjangnya 500 meter dan lebar 30 meter," jelas Asiah.
Bertahun-tahun sengketa lahan berlangsung, pada 2024 lalu Asiah mengajukan eksekusi lahan ke Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung.
Setelah pembacaan sita dari pengadilan, pihak perusahaan tak terima dan menggugat Asiah.
Asiah juga mengklaim pihak perusahaan juga menawarkan kesepakatan damai dengan uang Rp 100 juta untuk luas lahan sengketa.
Namun pihak Asiah menolak karena nilai uang tersebut tak sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Bagi kami nilai itu tidak sesuai. Dan juga yang kami persoalkan, pihak perusahaan pada tahun 2013 membeli tanah yang sedang disengketakan," tutur Asiah.
Setelah belasan tahun memperjuangkan tanah miliknya, Asiah mengaku telah kehilangan banyak energi dan materi, dan berharap keadilan benar-benar ditegakkan.
"Tolong nak, bantu kami. Nenek takut kalau sewaktu-waktu rumah roboh dan kami tidak punya apa-apa lagi," pungkasnya.
BACA JUGA:Buat Surat Pernyataan, Oknum Kades Digerbek Warga di Rambang Kuang Ogan Ilir Siap Menikahi