Pendhapa Jemparingan Hadir sebagai Penjaga Tradisi Panahan Jawa di Tengah Gempuran Zaman Modern
Pendhapa Jemparingan Hadir sebagai Penjaga Tradisi Panahan Jawa di Tengah Gempuran Zaman Modern--doc koranpalpres.com
Dalam satu sesi, peserta akan mendapat pengalaman personal dan penuh privasi. Tak sedikit tamu yang datang dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri hanya untuk merasakan atmosfer khas Jemparingan.
“Banyak peserta yang datang ke sini bukan hanya ingin belajar memanah, tapi juga ingin membuat konten,” ungkapnya sambil tertawa kecil.
“Kami tidak keberatan, justru kami bantu dokumentasikan. Karena bagi kami, selama itu bisa mengenalkan budaya Jemparingan ke publik, itu bagian dari pelestarian,"tambahnya.
Sebagai informasi, Pendhapa Jemparingan lahir dari perjalanan panjang seorang seniman yang mencintai tradisi.
“Awalnya hanya hobi,” katanya mengenang. “Tapi lama-lama saya merasa, kalau saya tidak menjaga ini, siapa lagi?,"ungkapnya dengan semangat.
Kini, Pendhapa Jemparingan bukan hanya tempat latihan panahan, tapi juga ruang edukasi budaya.
Banyak mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa dan luar daerah datang untuk riset, membuat tugas akhir, atau sekadar mengenal nilai-nilai luhur Jemparingan.
“Saya tidak mencari kuantitas. Saya mencari makna. Bagi saya, Jemparingan adalah karya bukan produk. Ia hidup karena dijaga, bukan karena dijual," ujarnya tegas.
Bagi sang pengelola, Pendhapa Jemparingan adalah bentuk laku menepi, menjauh dari keramaian, tapi bukan berarti pasif.
Ia ingin aktif melestarikan tradisi, memberi ruang bagi siapa pun yang ingin belajar tentang kehidupan lewat panahan tradisional.
“Saya tidak membalas cibiran dengan marah. Saya balas dengan karya,” katanya tenang.
“Budaya itu bukan untuk dikolaborasikan sembarangan. Ia harus dijaga agar tetap punya ruh,"tambahnya.
Dengan dedikasi dan kesabaran, Pendhapa Jemparingan kini tumbuh menjadi tempat istimewa: ruang sunyi yang hidup oleh filosofi, gerak, dan keindahan.