Prof Adil menjelaskan, konsep restorative justice atau keadilan restoratif di Indonesia menjadi perhatian yang sangat serius disebabkan oleh beberapa alasan.
Beberapa alasan tersebut antara lain lonjakan narapidana setiap tahun terus menerus mengalami peningkatan yang sangat besar jumlahnya.
BACA JUGA:Banjir Cuan! Resep Bolen Pisang Lilit Ide Jualan Auto Untung Besar
BACA JUGA:Jumlah Guru Besar UIN Raden Fatah Naik 64 Persen, Langkah Wujudkan Kampus Kelas Dunia
Kondisi ini berlangsung tidak sebanding dengan jumlah kapasitas ketersediaan penjara, baik lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan).
Hal ini sambung Prof Adil, tentu berdampak kepada penjara menjadi over capacity (kelebihan kapasitas).
“Alih-alih melakukan pembinaan yang menjadi substansinya, yang terjadi justru peningkatan anggaran yang sangat besar jumlahnya,” singgung Prof Adil.
Penyebab lainnya imbuh Prof Adil, adalah masalah pidana yang terlalu banyak diatur.
BACA JUGA:5 Top Merek Parfum Paling Populer Tahun 2024 untuk Wanita Dijamin Tahan Lama 24 Jam
Di negara kita persoalan yang ringan saja, mesti diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Persoalan lainnnya adalah realitas ketersediaan anggaran.
Ternyata anggaran untuk para narapidana ini terus mengalami peningkatan yang sangat tajam.
Tahun 2023 saja Negara menganggarkan 2 triliun untuk memberi makan narapidana yang jumlahnya mencapai 275.167 orang.
BACA JUGA:6 Rekomendasi Parfum Isi Ulang yang Bikin Wangi Seharian, Cocok untuk Beraktivitas di Luar!
Terhadap kondisi ini, pemerintah sebetulnya telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan penghematan dengan cara pemberian remisi dan membebaskan para narapidana.
Pertama, melalui remisi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham memberikan 139.232 remisi khusus terhadap narapidana di Indonesia.