Alhasil dengan pola ini dapat menghemat 72 miliar rupiah anggaran negara di mana penghematan tersebut berasal dari uang makan para narapidana.
Kedua, melalui pembebasan sejumlah narapidana yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
BACA JUGA:5 Aroma Parfum Isi Ulang Paling Populer 2024
Anggaran negara mengalami penghematan hingga Rp341 miliar dari pembebasan 39 ribu narapidana.
Memperhatikan realitas di atas kata Prof Adil, tidak salah kiranya jika pemerintah mencari alternatif lain yang efektif melakukan usaha menerapkan restorative justice kepada pelaku kejahatan.
Namun demikian, tampaknya perlu formulasi yang memadai supaya dalam praktiknya sesuai dengan substansi hukum untuk mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat.
Nyatanya, sejak awal diterapkan sampai dengan sekarang, pelaksanaan restorative justice masih belum dianggap cukup efektif.
BACA JUGA:5 Rekomendasi Parfum soft Pria Terfavorit Tahun 2024 Wangi Tahan Lama, Harumnya Bikin Betah
Karenanya timpal Prof Adil, perlu kembali kepada tujuan awal dari pelaksanaan restorative justice ini, yaitu pengembangan dari hukum adat yang pernah berlaku di Nusantara.
Penggalian konsep adat atau hukum adat yang pernah belaku di nusantara tentu menjadi sangat penting.
Aturan adat yang pernah ada di Nusantara dianggap oleh para pakar sebagai produk dari fikih yang sudah bersentuhan dengan adat masyarakat kemudian menjelma menjadi hukum adat.
Karena sudah menjadi produk adat menurut Prof Adil, sejatinya dapat memudahkan pemerintah untuk mengadopsinya menjadi alternatif bentuk penyelesaian sengketa di masyarakat restorative justice dikembangkan dari hukum adat.
BACA JUGA:6 Rekomendasi Parfum Sholat Non-Alkohol yang Wajib Kamu Miliki, Ini Dafarnya!
Maka sistem paradatan/lembaga adat di seluruh Indonesia seperti halnya sistem peradatan Simbur Cahaya tentu dapat menjadi bentuk alternatif penyelesaian masalah-malasalah hukum.
Dalam rangka mengimplementasikan restorative justice, sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2023, baik Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), maupun Mahkamah Agung RI telah berupaya mengeluarkan berbagai kebiijakan berupa peraturan pada masingmasing institusi.
Usaha ini dapat dilihat bahwa sampai dengan Mei 2023, Kejaksaan saja telah menghentikan penuntutan perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 1.070 perkara.