BACA JUGA:5 Rekomendasi Game Musik Terseru untuk Smartphone Android di Tahun 2024!
Kata-kata kasar dan tidak senonoh sering digunakan dalam percakapan mereka, terutama saat berbicara dengan teman sebaya.
Sayangnya, pemahaman mereka tentang kapan tepatnya menggunakan bahasa semacam itu masih kurang, sehingga terkadang bahasa yang tidak pantas tersebut digunakan di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Namun, masih banyak individu yang mempertahankan penggunaan bahasa yang sopan dan santun dalam kehidupan sehari-hari.
Keluarga memainkan peran kunci dalam membentuk budaya dan perilaku seseorang.
BACA JUGA:10 Universitas Swasta Terbaik di Jogja, Referensi Buat Caba di Kota Pelajar
Dari keluarga, individu mulai mendapatkan pendidikan awal, termasuk pengajaran tentang bahasa yang sopan.
Ernest Casirrer menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang sangat mahir dalam menggunakan simbol, sehingga manusia dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik.
Dulu, daerah-daerah di Minangkabau dikenal dengan budaya yang kental, termasuk dalam tata cara berbicara.
Masyarakat Minangkabau memiliki aturan dalam berkomunikasi, dengan intonasi yang lantang namun tetap sopan dan disesuaikan dengan lawan bicara.
BACA JUGA:Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, terutama dengan pergantian generasi, budaya berbicara di Minangkabau mengalami perubahan.
Generasi saat ini cenderung menggunakan bahasa yang kurang sopan, yang dipengaruhi oleh situasi, makna, dan tempat percakapan.
Hingga memunculkan kekhawatiran terhadap bertahannya adat istiadat dan budaya dalam berbicara dengan sopan santun di kehidupan Minangkabau saat ini, khususnya melalui penerapan Kato Nan Ampek,
budaya bahasa sopan santun tersebut telah mulai tergeser oleh budaya yang tak sesuai dengan nilai-nilai norma Minangkabau, terutama di kalangan generasi muda Minangkabau.
BACA JUGA:Pj Bupati Lahat Himbau Masyarakat Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Resiko Kebakaran