Dalam Pedoman Dewan Pers terkait Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik, butir ke-5 pedoman mengenai ketentuan dan penerapan hak tolak dijabarkan.
Bahwasanya aparat hukum sedapat mungkin menghindari memanggil wartawan untuk dimintai menjadi saksi jika telah ada informasi yang tersebar dan diperkirakan dapat menjadi bahan untuk mengusut kasus.
Kendati banyaknya dasar hukum yang memperkuat hak tolak wartawan, kewenangan pers saat menggunakan hak tolak dibatasi oleh filosofis, jiwa, dan isi baik dari kode etik jurnalistik dan Undang-Undang pers itu sendiri.
BACA JUGA:HUT Pramuka ke-63, Rektor UIN Raden Fatah Terima Penghargaan Lencana Melati
BACA JUGA:16 Universitas Partisipasi di Seminar Nasional Fisip Unsri, Ini Daftarnya
Beberapa syarat diatur untuk pemakaian hak tolak, misalnya: informasi yang diberikan narasumber bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi saja, melainkan untuk kepentingan umum.
Adanya potensi ancaman yang serius jika pemberi informasi diketahui identitasnya, juga kredibilitas narasumber terkait faktualisasi informasi.
Dari segi hukum atau yuridis, hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum.
Meskipun demikian, hak tolak hanya dapat dibatalkan oleh pengadilan dengan majelis hakim yang secara khusus memeriksa boleh tidaknya hak tolak dibatalkan.
BACA JUGA:10 Universitas Negeri dengan Biaya Kuliah Termurah di Indonesia, UGM Masuk Daftar, Tapi Juaranya...
BACA JUGA:50 ASN UIN Raden Fatah Palembang Terima Tanda Kehormatan Satya Lencana, Berikut Daftar Namanya!
Namun, dari segi etika profesi, hak tolak tidak dapat dibatalkan, harus dipertahankan dengan segala konsekuensi logisnya, termasuk bersedia memikul beban hukumnya.
Perlindungan terkait privasi identitas dan latarbelakang narasumber diperjuangkan sedemikian kuat oleh pers.
Membuka ruang untuk bersuara karena adanya peluang aman dari kecaman sebab payung hukum berbentuk hak tolak wartawan selalu menyertai narasumber.
Hubungan ini juga menjadi aktualisasi Pasal 16 dan pasal 26 ICCPR, memberikan jaminan dan hak bagi semua orang untuk memperoleh perlindungan hukum dan dijauhkan dari segala bentuk pembedaan.