Hal ini biasanya dilakukan oleh bakal calon yang sebelumnya sedang menduduki jabatan eksekutif atau legislatif negara.
Selain itu, politik uang atau money politic juga masih sering dilakukan oleh para bakal calon untuk merebut perhatian dan simpati masyarakat.
Untuk pejabat yang ingin kembali memperoleh posisi jabatannya di periode selanjutnya, sering melakukan money politic dengan cara membagikan bantuan langsung tunai (BLT), dana sosial, atau door prize ketika kampanye.
BACA JUGA:Pastikan Pilkada Aman, Pjs Bupati OKU Timur Hadiri Simulasi Pemungutan dan Perhitungan Suara
BACA JUGA:Waduh, KPU Lahat Curi Start Lakukan Coblos dan Perhitungan Suara Pilkada Serentak, Kok Bisa
“Mereka menjadikan BLT yang berasal dari anggaran negara untuk mencari simpatisan atau pendukung ketika kampanye,” jelasnya.
Menurut dia, dahulu Black Campaign dilakukan melalui pembagian atau penyebaran informasi melalui media cetak seperti pamflet, fotokopian artikel, dan lain-lain yang di dalamnya berisikan mengenai informasi-informasi negatif pihak lawan, kepada masyarakat luas.
Penyebaran itu dilakukan oleh tim sukses maupun simpatisan dari si bakal calon.
Sekarang sambung dia, Black Campaign dilakukan dengan menggunakan media yang lebih canggih, seperti misalnya medsos.
BACA JUGA:Unggul Telak, Lucianty-Syaparuddin Berpeluang Besar Menang di Pilkada Muba
"Namun demikian, media cetak pun masih tetap digunakan untuk kegiatan kampanye hitam, sementara aturan belum memadai, karena pemikiran penegak hukumnya belum sampai ke sana,” tambahnya.
Untuk itu, pihaknya memperketat pengawasan kampanye Pilkada 2024 di medsos.
Pihaknya hingga saat ini belum menemukan pelanggaran yang signifikan.
Namun, mengingat tingginya penggunaan media sosial dan kecanggihan teknologi, potensi kerawanan dalam kampanye di medsos semakin meningkat.
BACA JUGA:Cegah Kerawanan Pilkada, Polsek Lakukan Patroli Rutin di Kantor Bawaslu Kecamatan