Peranan Tim Negosiator Polwan Penting, Ini Penjelasan Kabid Humas Polda Sumsel
Salah satu Polwan dari Tim Negosiator Polda Sumsel melakukan pendekatan kepada koordinator aksi demo yang terjadi di Mapolda Sumsel.--Kurniawan
BACA JUGA:Miris! Warga Pagaralam Masih Andalkan Sungai Untuk MCK, Bangun Septic Tank Di 5 Kecamatan Ini
Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi. Pemberdayaan Polwan sebagai pelaksanaan negosiasi akan terasa pengaruhnya, keberadaan negosiator tersebut akan dapat diterima oleh massa.
Dan pelaksanaan dialog dimungkinkan tidak membosankan, sehingga akan dicapai “win-win solution” yang merupakan keberhasilan dari negosiator.
"Namun berbagai bentuk kegagalan dalam negosiasi, kita melihat masih saja terjadi dan menyebabkan terjadinya bentrokan antara polisi dan demonstran," jelas Supriadi.
Seorang Negosiator dari tim Dalmas Polwan memiliki kemampuan Fasilitator yang malam setiap Negosiator Polri yang bertugas menangani dan melayani unjuk rasa di lapangan diharapkan memiliki kemampuan untuk berfikir.
BACA JUGA:Serentak! SSDM Polri Gelar Bakti Kesehatan, Sosial dan Penanaman Pohon
Kemudian bertindak dengan cepat dan tepat, juga kemampuan untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain baik individu maupun kelompok. Dan kemampuan untuk mengendalikan diri guna menghadapi masalah yang dihadapi dengan baik.
Bahkan juga berperan sebagai Komunikator merupakan peran yang paling penting dari seorang negosiator. Kemampuan yang secara khusus dimiliki oleh negosiator adalah dengan memiliki aspirasi / imajinasi tinggi, konsesi / kerelaan (menjelang akhir nego).
Sedangkan kemampuan berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang negosiator yakni harus memiliki karakter sebagai komunikator yang gigih, mampu mempengaruhi (membujuk) orang lain melalui komunikasi.
Bahkan tidak mudah menyerah pada ancaman maupun tekanan verbal, dari para pengunjuk rasa serta mempunyai tingkat kesabaran yang tinggi.
BACA JUGA:Aksi Jumat Berkah, Prajurit Koramil Panjang Berbagi Nasi Kotak kepada Warga
Kemudian juga harus memiliki wawasan dan pengetahuan praktis tentang psikologi yang berkaitan dengan pemahaman gambaran kondisi psikologis dari para pengunjuk rasa dan model atau langkah komunikasi seperti apa yang sebaiknya diterapkan pada type pengunjuk rasa tersebut.
Selain itu, katanya, juga harus mampu menguasai berbagai bahasa, khususnya bahasa Indonesia dan berbagai bahasa daerah, sehingga komunikasi dapat lebih lancar dan dapat menyelesaikannya dengan baik.
Menghindarkan cara-cara mengancam dan menakut-nakuti dalam proses negosiasi berlangsung, terutama dalam menghadapi massa yang sedikit, tidak perlu menggunakan peralatan yang lengkap. Cukup dengan tongkat saja ataupun dengan komunikasi yang baik saja sudah cukup untuk dapat menyelesaikan masalah dengan baik.
"Penugasan Polwan dalam penanganan unjuk rasa, kita harapkan dapat mencegah konflik yang destruktif dan mendorong penghentian konflik secara konstruktif," terangnya.