Kemudian, Ustaz Beni Sarbeni membawakan penjelasan perkara-perkara yang membatalkan iktikaf.
Setidaknya ada 2 perkara yang membatalkan iktikaf antara lain:
1. Keluar dari masjid tanpa ada alasan syari’ atau tanpa ada kebutuhan yang mendesak.
Tetapi bila ada udzur syari’ keluar dari masjid karena kebutuhan, seperti karena ingin makan, mandi dan sebagainya, maka itu diperbolehkan.
2. Jima’ atau bercampur suami-isteri, dimana hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat Al Baqarah 187.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf di masjid.”
Pembahasan terakhir mengenai etika atau ada selama beriktikaf.
Di antara adab orang-orang yang beriktikaf adalah bahwasanya orang yang beriktikaf dianjurkan untuk menyibukkan dirinya dengan berbagai ketaatan kepada Allah.
Seperti salat, membaca al qur’an, berdzikir, beristighfar, bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengkaji Al Qur’an, mengkaji hadits dan berbagai macam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana dimakruhkan bagi orang yang beriktikaf menyibukkan dirinya dengan ucapan maupun perbuatan yang tidak ada manfaatnya.
Hanya sebatas membicarakan masalah duniawi (misalnya), sementara iktikaf tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dalam perkara yang mendesak bahwa itu harus dibicarakan.