Dengan demikian, kita bisa naik ke kelas yang lebih tinggi dalam ucapan sikap dan perilaku dalam sekolah kehidupan ini pada tingkatannya masing-masing.
Namun terlepas apa pun capaian yang telah kita raih, kesungguhan upaya yang telah kita lakukan perlu disyukuri tidak hanya dengan pengakuan hati dan ungkapan lisan, tapi juga dengan tindakan yang implementatif dan transformatif.
Kita wajib mewujudkan rasa syukur dan pengagungan itu selain melalui tahmid, takbir dan sejenisnya, juga yang tidak kalah penting melalui kegiatan nyata dengan mengaktualisasikan dan membumikan segala anugerah Allah ke dalam kehidupan sosial yang dapat memberikan kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Mengenai hakikat syukur ini, Imam al-Ghazali menjelaskan:ُ
فَالشُّكْر ُ هُو َ اسْتعْمَال ُ النعْمَة فيمَا خُلقَت ْ لَه
(Hakikat bersyukur adalah menggunakan karunia yang diberikan Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya).
Berdasar pernyataan al-Ghazali tersebut, selain dengan lisan, syukur juga harus diungkapkan dengan aksi gerakan nyata.
Melalui syukur ini, kita menjadikan segala anugerah Allah sebagai modal untuk melakukan perubahan ke arah kebaikan dan kemaslahatan bagi kita bersama dan kehidupan.
BACA JUGA: 5 Tips Internetan Tetap Lancar saat Libur Lebaran, Yuk Ikuti Tips dari XL Axiata
Pada saat yang sama, dengan syukur ini kita memperkuat keberadaan kita sebagai khalifah Tuhan yang berkewajiban melestarikan dan memakmurkan kehidupan serta mengembangkannya ke arah yang lebih baik.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Jamaah solat Idul Fitri yang diberkahi Allah.
Dengan syukur transformatif, kita melabuhkan keberhasilan kita dengan mengelola segala dorongan, sikap dan perilaku menjadi kemaslahatan senyatanya dalam kehidupan individu sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, politik dan sebagainya.
Kita mengungkapkan rasa syukur atas capaian yang diraih tidak hanya diorientasikan untuk diri kita masing-masing, tapi juga ditransformasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.