Membaurnya Etnis Tionghoa di Kampung Kapitan

Selasa 16 Apr 2024 - 17:01 WIB
Reporter : Trisno Rusli
Editor : Trisno Rusli

Kembali pada pertanyaan awal, apakah ada komunitas Tionghoa yang mau dengan sukarela memfasilitasi semua proses pelaksanaan sebuah tradisi yang mana ritual tersebut bukan tradisi yang mereka anut selama ini?

Palingkan pengamatan ke sebuah kampung kecil di pinggiran Sungai Musi, berjarak sekitar 500 meter dari Jembatan Ampera.

Kampung yang sebagaimana lazimnya pemukiman warga Palembang, berdiri di atas aliran air pasang surut Sungai Musi, lahan basah, dan tentu saja hampir semua rumah berbentuk rumah panggung.

Di tengah-tengah kampung, berdiri dua bangunan besar bergaya klasik, dua buah rumah yang menjadi penanda sekaligus nama kampung tersebut.

BACA JUGA:Terbaru Nih! Ini Seragam Sekolah Baru Tahun 2024, Ternyata Ada Baju Adatnya, Simak Disini

Sekilas rumah itu seperti layaknya rumah tradisional orang Palembang, memiliki garang, rumah panggung, bertangga kiri-kanan, berdinding kayu dan memiliki ruang tamu yang luas.

Tetapi diselidiki lebih jauh terlihat, tiang utama dan dinding utama rumah itu terbuat dari beton (bukan kayu) yang sudah ada sejak awal dibangun.

Pilar bulat tiang utama menandakan bahwa ini bukan gaya Palembang, lebih tepat gaya Eropa.

Bubungan atap rumah berlekuk dan sedikit runcing, begitu juga model atap yang cenderung seperti rumah gudang, juga bukan gaya khas Palembang.

BACA JUGA:Habis Lebaran, Aturan Seragam Sekolah Baru 2024 Berlaku, Apa yang Berubah? Simak Penjelasannya

Itulah Rumah Kapitan, rumah tua yang dibangun pendiri kampung, sekaligus menjadi sebutan untuk menamai lokasi ini, Kampung Kapitan.

Istilah Kapitan sendiri, ternyata merupakan nama jabatan untuk orang yang pertama mendirikan rumah di kampung ini, yaitu Kapian Tjoa Ham Ling, anak dari Mayor Tjoa Kie Tjuan.

Warga Tionghoa yang dulunya, sekitar tahun 1850-an, dipercaya oleh Residen Belanda kala itu, untuk menjadi pemimpin warga Tionghoa di Palembang. Kapitan Tjoa Ham Ling sendiri resmi diangkat oleh Belanda tanggal 14 September 1871.

Ia lah yang pertama membangun rumah ini, walaupun sebelumnya sudah dirintis pembukaan kampung oleh orangtuanya, Tjoa Kie Tjuan.

BACA JUGA:Aturan Seragam Sekolah Baru 2024, Segini Biaya Beli Pakaian Adat di Pulau Jawa

Pendirian kampung dilakukan setelah Kesultanan Palembang resmi dinyatakan bubar tahun 1825, saat-saat dimana Belanda sudah mulai berkuasa di Bumi Sriwijaya.

Kategori :