“Anjing menyalak di punggung gajah”, “hitam-hitam gajah, putih-putih udang kepai”, “gajah mati tulang setimbun”.
BACA JUGA:Cukup Scan Kode QR, Seluruh Informasi Koleksi Museum Terbesar di Sumatera Selatan ini Bisa Diakses
BACA JUGA:Sukses di Era Digital! Museum Negeri Sumatera Selatan Bikin Aksi Perubahan Besar-Besaran
“Gajah berak besar, kancilpun hendak berak besar, akhirnya mati kebanggaan”, “Gajah lalu kumpai pun layu”, “gajah ditelan ular lidi”, dan lain sebagainya.
Kemudian, cicit kita menyangga dengan lantang, “gajah itu apa ya, Yah”. Sangat miris.
“Amit-amit jabang bayi”.
Semoga Air Sugihan sebagai rumah terakhirnya, tak menyebabkan gajah-gajah Palembang hilang ditelan bumi.
BACA JUGA:Bantah Gedung Kesenian Palembang Kembali Jadi KBTR, Pj Walikota: Mungkin yang Nulis Ngantuk
Semoga tanah bertuah Air Sugihan tetap menjadi negeri beradat dalam menjaga dan melestarikan gajah-gajah kita.
Sambil kita juga harus membangkitkan kesadaran untuk peduli dan ikut me-manusia-kan gajah-gajah milik kita di sana.
“Kalau bukan kito, siapo lagi?”.