BACA JUGA:Keren Abis! Ini Jurusan Ilmu Ekonomi Terbaik Selain Manajemen dan Akutasi
Serta hilangkan “enemifikasi” serta tak salahkan gajah jika terus masuk untuk “minta” pangan pada manusia.
Jika “enemifikasi” sudah terbentuk pada kita terhadap gajah-gajah Palembang di Air Sugihan, maka dengan segala kekhawatiran terbesar “dari simpulan” yang kami dapat pada tiap wawancara bersama narasumber di Air Sugihan.
“Simpulan” itu dalam lamat-lamat senyap mulut narasumber kami, tetapi tegas berbunyi bahwa: “dalam dua-tiga puluh tahun ke depan, kami khawatir, gajah-gajah Palembang milik kita yang hidup liar di alam tanah “sugih”, “kaya”, “mewah” untuk setiap makhluk di Air Sugihan.
Akan lenyap sama sekali.
BACA JUGA:Hadiri Spectarion SMAN 6 Palembang, SMB IV Beri Hadiah yang Sangat Berharga Dunia Akhirat
BACA JUGA:Rekomendasi 3 Politeknik Terbaik di Indonesia Berdasarkan Webometrics 2024, Mana Pilihanmu?
Sehingga anak cucu kita “hanya” dapat mengunjungi “datuk-nya”, “si-mbah-nya”, “gede-nya” melalui kebun-kebun Binatang atau Suaka Margasatwa.
Sebab, gajah akan binasa karena kehilangan “rumah-nya” di alam liar Pantai Timur Sumatera.
Mereka hanya akan menjadi legasi cerita penuh dongeng ke keturunan kita.
Di negeri rumah besar gajah, Palembang, baca Sumatera Selatan, pernah hidup hewan besar yang merupakan rahmat karunia Tuhan Yang Maha Esa.
BACA JUGA:Pagelaran Dulmuluk Bisa Jadi Media Sosialisasi, Kok Bisa? Ini Penjelasan Seniman Palembang
Tetapi gagal kita jaga dan lestarikan.
Lalu di masa depan, anak-anak kita mengajar berbagai pepatah dan peribahasa Melayu nan indah tentang gajah dengan bangga pada keturunan kita.
“Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak”, “habis kuman disembelih hendak memberi makan gajah”.