Di abad ke-18, Inggris lewat EIC mulai memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah Asia, termasuk Indonesia yang saat itu masih dikuasai Belanda.
BACA JUGA:Hak Tolak Wartawan! Mahasiswa Universitas Andalas: Kuasa Absolut Sembunyikan Identitas Narasumber
BACA JUGA:PENTING! Mahasiswa Universitas Andalas Bagi 4 Tips Dasar Kesiapsiagaan Sebelum Terjadi Bencana Alam
Salah satu tempat yang jadi pusat aktivitas EIC di Indonesia adalah Bengkulu, di pantai Barat Sumatera.
Bengkulu ini penting buat Inggris karena jadi tempat perdagangan rempah-rempah, terutama lada, yang laku di Eropa.
Tahun 1685, Inggris bangun benteng di Bengkulu, yang akhirnya dikenal sebagai Fort Marlborough.
Bengkulu jadi pusat perdagangan sekaligus basis pertahanan Inggris di Sumatera Barat.
BACA JUGA:Mahasiswa Universitas Andalas Kaji Peran Penting Pendidikan dalam Membentuk Identitas Sosial
Lewat EIC, Inggris coba ambil alih perdagangan di kawasan itu, meskipun harus bersaing sama Belanda yang waktu itu lebih kuat.
Hubungan Inggris dengan penduduk lokal juga berkembang lewat perdagangan dan aliansi politik.
Tapi, kehadiran Inggris di Bengkulu tidak selalu mulus.
Selain harus menghadapi Belanda, EIC juga ketemu perlawanan dari kerajaan-kerajaan lokal, ditambah lagi kondisi alam dan iklim yang tidak mudah.
BACA JUGA:Kian Marak! Mahasiswa Universitas Andalas Beri Solusi Jitu Atasi Perilaku Seksual Menyimpang
Meski begitu, Bengkulu tetap jadi pos penting Inggris sampai pertengahan abad ke-19, sebelum akhirnya diserahkan ke Belanda lewat perjanjian London tahun 1824.