Usai makan pempek di dalam Rumah Limas, di kesempatan itu, Gubernur BI menghibahkan Uang Kertas Belum Dipotong Pecahan Rp10.000 TE 2005 kepada Pemprov Sumsel.
Kemudian di tahun berikutnya, pihak BI memberikan bantuan dana untuk merehabilitasi Rumah Limas Koleksi Museum.
“Ini menunjukkan bahwa betapa besarnya kepedulian Bank Indonesia terhadap pelestarian warisan budaya bangsa, terutama di Sumsel,” tutur Pandji.
Sejarah Rumah Limas Koleksi Museum Negeri Sumsel
Dia menguraikan, Rumah Limas ini tidak hanya menjadi koleksi masterpiece yang dimiliki Museum Negeri Sumsel sejak 1985.
BACA JUGA:Lestarikan Tanjak Palembang Sampai Kiamat, Museum Negeri Sumsel Undang Mahasiswa 4 Kampus
BACA JUGA:Nyalakan Spirit Seni Budaya Gen Z, Museum Negeri Sumsel Kembali Gelar Lomba Tari Kreasi Tradisional
Melainkan juga telah menjadi ikon sejarah dan kebudayaan Sumsel, bahkan Nasional.
Sejak 2014, Rumah Limas telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak-Benda (WBTB) Indonesia dan dalam pengajuannya, Rumah Limas Koleksi Museum Negeri Sumsel digunakan sebagai sampel dari karya budaya Limas Palembang.
Koleksi ini sambung Pandji, terdiri atas 2 rumah yang dihubungkan dengan doorloop.
Rumah Bagian Depan dikenal dengan Rumah Limas Pangeran Syarif Abdul Rahman al-Habsyi.
Rumah ini awalnya didirikan di pusat Kota Palembang, kawasan sekitar Benteng Kuto Besak, pada 1833.
Secara berturut-turut, rumah ini dibeli oleh Kepala Marga Sirah Pulau Padang, Pangeran Batun, dan dipindahkan ke Desa Sirah Pulau Padang, Ogan Komering Ilir (OKI).