Pendidikan Kesetaraan PPS, Langkah Afirmatif Santri Dapat Ijazah Formal

Selasa 12 Mar 2024 - 12:17 WIB
Reporter : Anis Masykhur
Editor : M Iqbal

Hal itu tertuang dalam Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3543 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan pada PPS.

BACA JUGA:Siswa SD Berprestasi Bisa Dapat Reward dari SMPN 3 Lahat, Ini Syaratnya!

BACA JUGA:20 Finalis Bersaing Lebih Unggul Pada Lomba Sekolah Cemerlang, Ini 4 Kategori Lomba

Program PKPPS adalah bukti kepedulian dan kehadiran negara—melalui Kementerian Agama—terhadap anak bangsa yang juga sama-sama menimba ilmu pengetahuan.

Kehadiran program kesetaraan di lingkungan PPS didesain secara spesifik. 

Pendidikan kesetaraan yang terintegrasi pada PPS, titik tekannya bukan pada pemberian atau pemerolehan ijazah, tapi pada proses mengikuti pendidikan di pesantren. 

PPS menganut jalur “multi entry multi exit”, tapi dengan standar kualitas output standar kesantrian.

BACA JUGA:Banyak Kepsek Tabrak Aturan dalam PPDB 2024, Imbasnya Begini!

BACA JUGA:Kolaborasi Ilmiah Menarik FST dan BMKG, Kira-Kira Akan Jadi Apa Ya?

Tentunya yang demikian itu juga tidak bisa dipisahkan dari target kompetensi di setiap jenjangnya di pesantren penyelenggara pendidikan kesetaraan. 

Jika sebuah PPS menargetkan pencapaian kompetensi tertentu pada setiap jenjangnya, maka target tersebut yang lebih dahulu dicapai, baru kemudian berupaya mendapatkan kesetaraan melalui program pendidikan kesetaraan. 

Misalkan saja, jika sebuah PPS jenjang ula menargetkan santri harus hafal 15 juz, memiliki wawasan dasar dalam bidang fiqh, akidah, hadis, dan bahasa, maka target tersebut yang harus dicapai terlebih dahulu baru kemudian difasilitasi untuk mendapatkan legalitas formal “ijazah” sebagai tanda bukti kesetaraannya.

Mengingat kehadiran negara makin masuk lebih dalam kelembagaan pesantren dengan memberikan bantuan dana dan anggaran dengan berbagai bentuknya seperti bantuan operasional pesantren, bantuan operasional sekolah (BOS) Pesantren, program indonesia pintar (PIP) dan bentuk lainnya, maka kewajiban-kewajiban dasar kelembagaan pesantren selanjutnya disamakan dengan jenis pendidikan formal. 

BACA JUGA:Kakanwil Resmikan PTSP dan Perpustakaan Digital, MTsN 2 Palembang Jadi Pelopor Transformasi Digital

BACA JUGA:Bersatu Menuju Kesuksesan Bersama Jadi Tema Eye Level Indonesia Annual Meeting 2024

Misalkan tentang masa belajar untuk jenjang ula menjadi 6 tahun (karena MI/SD juga 6 tahun), wustha 3 tahun (karena MTs/SMP juga 3 tahun) dan ulya menjadi 3 tahun (karena MA/SMK juga 3 tahun), dengan menambah kompetensi pelajaran tertentu sebagai tanda pengikat kesamaannya. 

Kategori :