Dari Alam Liar ke Pusat Pelatihan, Puskass Hadirkan Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya
Puskass segera melaunching sekaligus menggelar diskusi Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya.--kolase koranpalpres.com
Berbagai pohon-pohon berharga di dalam hutan tropis dalam rimba larangan tumbuh subur dan tinggi.
Dalam hal ini, hutan tropis Air Sugihan serta seluruh pantai timur Sumatera berkembang laksana “hutan amazon” di benua Amerika bagi Keresidenan Palembang di waktu itu.
BACA JUGA:Polwan Polda Sumsel Gelar Bakti Sosial di Pinggiran Sungai Musi, Ini Sasarannya
Gajah di-domestifikasi dan tidak diganggu dalam hutan tropis tersebut.
Sehingga dapat dikatakan hutan-hutan tropis dalam rimba larangan marga-marga di uluan Keresidenan Palembang menjadi rumah besar gajah Sumatera di Palembang.
Namun domestifikasi gajah sebagai satwa liar yang berdampingan hidup dengan damai, baik dalam ruang lingkup manusia, maupun disisi pemukimannya pada masa lalu tersebut.
Pendulumnya selanjutnya mengalami perubahan sedemikian rupa.
BACA JUGA:Palembang Ekspres Goes to Campus, Strategi Jitu Tingkatkan Literasi Digital di Kalangan Mahasiswa!
BACA JUGA:Sama-sama Lulusan S3, Ini Perbedaan Gelar PhD dan Doktor
Kehidupan gajah di hutan tropis rimba larangan hutan hak ulayat marga-marga di Keresidenan Palembang justru berubah dashyat manakala memasuki masa pasca-kolonial.
Atas nama “kebutuhan pembangunan”, baik daerah maupun nasional, hutan hak ulayat marga dipindahkan menjadi hutan hak ulayat negara.
Penjamahan pada hutan tropis marga, dengan menggerus hutan marga terjadi sejak tahun 1970, di bawah pemberian konsensi, Hak Penguasahan Hutan (HPH).
Para pengusaha, baik “kakap” maupun “teri” diberi wewenang untuk anak buahnya menebang kayu-kayu berharga dengan usia lebih jutaan tahun di hutan tropis hampir di seluruh wilayah Sumatera Selatan.
BACA JUGA:Padati Pusri Argo Edu Park, Puluhan Anak TK IGM Lakukan Kegiatan Menyenangkan ini, Bisa Tebak?