Dari Alam Liar ke Pusat Pelatihan, Puskass Hadirkan Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya
Puskass segera melaunching sekaligus menggelar diskusi Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya.--kolase koranpalpres.com
BACA JUGA:Buruan Diklaim, 5 Kode Promo Grab Hari Ini 22 Agustus 2024, Ada Diskon Menarik!
Artinya sudah sejak lama adanya keterjalinan relasi secara baik antara gajah-manusia.
Tradisi relasi dalam bentuk domestifikasi manusia dan gajah dalam budaya megalitik Pasemah.
Selanjutnya, terus hadir dalam relasi manusia dan gajah, pada masa Sriwijaya.
Sebagai sebuah kerajaan atau kedatuan besar bercorak maritim, sejak abad ke-7 hingga ke-13, berbagai gambaran relasi yang baik antara manusia dan gajah terus terilustrasi pada masa Sriwijaya.
BACA JUGA:Data Terbaru Indeks Harga Properti Pinhome, Ada Kesempatan Emas untuk Pembeli Rumah Pertama
BACA JUGA:Terpilih jadi Ketua DPD KNPI Prabumulih Periode 2024-2027, Ini Program yang Ditawarkan M Jei Rakas
Domestifikasi gajah di samping kehidupan manusia terlihat dengan jelas dalam surat Maharaja Sriwijaya, Sri Indrawarman ke Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pemimpin Bani Umayah di Damaskus, Negeri Syam, Negara Suria saat ini.
Pada surat di tahun 718 Masehi tersebut, Sri Indrawarman mengaturkan diri sebagai raja bijak yang punya “seribu gajah”.
Narasi itu diperkuat juga dari sumber Cina, Kitab Chu-fan-chi, pengetahuan tentang negeri-negeri di bawah angin.
Tulisan Chau Ju-kua ini memberi catatan adanya komoditas dagang utama Sriwijaya berupa gading gajah dan karapas cangkang penyu di abad ke-13.
BACA JUGA:Awas Jebakan Batman, Cara Efektif Cegah Utang Pinjol yang Membengkak
BACA JUGA:Cegah Pernikahan Dini, Pj Walikota Palembang Kukuhkan Forum Anak Daerah se-Kota Palembang
Selain itu, pada baris-baris awal “sambutan” di prasasti Wat Sema Mueang, yang dikenal juga sebagai Prasasti Ligor yang ditemukan di Thailand Selatan, di sisi A disebutkan narasi gajah dan manusia Sriwijaya.
Pada prasasti tersebut dituliskan manusia Sriwijaya mendapat bantuan gajah ketika membangun tiga candi, tempat suci, yang diciptakan Maharaja Sriwijaya.