Lestarikan Tanjak Palembang Sampai Kiamat, Museum Negeri Sumsel Undang Mahasiswa 4 Kampus
Plt Kepala Disbudpar Sumsel Pandji Tjahjanto dan Plh UPTD Kepala Museum Negeri Sumsel Amarullah serta forkopimda berfoto bersama tamu undangan, peserta dan narasumber Workshop Tanjak Palembang.--Alhadi/koranpalpres.com
Dalam kata sambutannya, Pandji mengatakan, ada banyak cara untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman terkait sejarah dan budaya Sumsel kepada masyarakat.
Salah satunya melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat edukatif kultural seperti Workshop di Museum Negeri Sumsel.
BACA JUGA:Belum Ramah Difabel, Disbudpar Sumsel Dorong Peningkatan SDM Pemandu Museum Negeri Sumsel
Dia menyambut baik diselenggarakannya workshop ini yang merupakan suatu hal penting dalam rangka meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap warisan sejarah dan budaya Sumsel.
“Semoga workshop ini juga dapat memberikan daya tarik dan dorongan kepada para peserta untuk lebih mengenal museum, meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap warisan sejarah dan budaya bangsa,” tandasnya.
Turut hadir Kepala Bidang Pengembangan Pemasaran Sido Santoso SE MM dan Kepala Seksi Publikasi Budaya Triyogo Jati Purnomo SSn serta perwakilan Forkopimda di lingkungan Provinsi Sumsel.
Sementara dalam paparannya, RM Ali Hanafiah menjelaskan, tanjak merupakan topi yang sering digunakan para pejabat-pejabat kesultanan.
BACA JUGA:Luar Biasa! Museum Negeri Sumsel Terima Hibah Alquran Tulisan Tangan Kiyai Delamat Berusia 2 Abad
BACA JUGA:Kaya Situs Megalitik! Begini Kata 4 Pakar di Seminar Kajian Koleksi Museum Negeri Sumsel
Bahkan, tanjak juga sering dipakai oleh Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II.
Tanjak sendiri berawal dari masa Kesultanan Melayu Melaka.
Perlu diketahui, tanjak hanya dipakai oleh pria.
Sebutan lain tanjak juga dikenal dengan nama destar, bulang hulu, tengkolok dan setangan kepala.
BACA JUGA:Berebut Jadi Sang Juara 2024, 155 Finalis Blusukan ke Museum Negeri Sumsel