ARTIKEL KURMA: Mengenal Tiga Tingkatan Puasa yang Hakiki

Tingkatan puasa yang hakiki itu ada 3 yakni Shaum al-‘umum, Shaum al-khusus dan terakhir Shaum khusus al-khusus atau puasa yang istimewa--Sumber Foto: Freepik
Artikel berjudul Mengenal Tiga Tingkatan Puasa yang Hakiki ditulis oleh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang, Sandy Wijaya, S.Sy., M.H.
Artikel Kurma ini merupakan hasil kerjasama Harian Umum Palembang Ekspres dengan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang, Sandy Wijaya, S.Sy., M.H.--Ist
Puasa, ibadah yang diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadan, sering kali dipahami hanya sebagai menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Namun, tahukah kita bahwa puasa memiliki lapisan makna yang jauh lebih dalam? Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dan pemikir Muslim abad ke-11, dalam magnum opus-nya ‘Ihya Ulumuddin’, mengajarkan bahwa puasa memiliki tiga tingkatan yang hakiki.
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Menyambut Bulan Suci Dengan Kesucian Lahiriah dan Batiniah
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Menyambut Tamu Agung Bulan Ramadan: Evaluasi dan Peningkatan Kualitas Puasa
Tingkatan ini tidak hanya mengajarkan kesabaran fisik, tetapi juga pemurnian jiwa dan pendakian spiritual menuju kedekatan dengan Allah SWT. Adapun tiga tingkatan puasa tersebut yaitu:
Pertama, Shaum al-‘umum atau puasa orang awam. Puasa tingkat pertama adalah puasa yang paling umum dan dilakukan oleh kebanyakan orang.
Pada tahap ini, seseorang menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik, seperti makan, minum, dan hubungan suami-istri.
Namun, Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa puasa tingkat ini baru mencapai tahap dasar.
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Memaknai Bulan Puasa Ramadan Untuk Meningkatkan Kualitas Iman dan Taqwa
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Peran Ramadan Dalam Pembentukan Karakter dan Spiritual Muslim
Jika seseorang hanya berpuasa secara fisik tanpa menjaga diri dari perbuatan tercela seperti ghibah, dusta, atau iri hati, maka puasanya belum mencapai hakikat yang sebenarnya.