Inilah yang belakangan disebut oleh van Vollenhoven bahwa Walland telah meninggalkan jejak kodifikasi dalam penyusunan UU Simbur Cahaya.
Tidaklah mengherankan kalau dalam perkembangan undang-undang adat ini memiliki kesamaan nama untuk beberapa wilayah.
BACA JUGA:Dukung Perdana Sumsel, Sultan Palembang Hadirkan Pemanah dari 24 Provinsi, Mau Ngapain?
Kisah J. Walland dimulai dari sekira tahun 1861 sampai dengan 1867, dia diangkat dan ditugasi sebagai kepala pemerintahan di Bengkulu.
Walland kemudian membuat kodifikasi adat pertamanya dengan sebutan Simboer Tjahaja yang diterapkan di Bengkulu Bagian Tengah.
Tidak hanya berhenti sampai disitu, sekira tahun 1863, Walland kembali membuat kodifikasi untuk kali kedua, yang dia sebut sebagai Oendang-Oendang Moeka-Moeka.
Usaha Walland diteruskan pada tahun-tahun berikutnya, dia berhasil mengerjakan kodifikasi untuk yang ketiga kalinya, yang lagi-lagi dia beri nama dengan Simboer Tjahaja.
BACA JUGA:Ziarah di Makam Keramat Buyut Kemas Abdul Hakim, KOPZIPS Sampaikan Kritik Menohok ke Pemerintah
Usaha kodifikasi yang begitu panjang dengan hasil kodifikasi dengan nama yang sama.
van Vollenhoven menyampaikan dalam paparannya sebagai berikut: hampir Walland tidak bertindak sebagai kepala pemerintahan daerah di Bengkoelen sebelum dia melakukan kodifikasi adat pertamanya, yang diterapkan untuk wilayah Bengkulu Tengah, Simboer Tjahaja—dari 99 artikel—, diprakarsai oleh dua kuesioner.
Para pemimpin pribumi segera menemukan cara memakainya untuk melayani dengan menyenangkan di bawah kepala ini; ke mana pun Walland pergi, para kepala itu memintanya untuk kodifikasi adat.
Pada tahun 1863, kodifikasi kedua Walland, yang sekarang disebut Oendang-oendang Moeka-Moeka, sekarang diikuti oleh Bengkulu Utara.
BACA JUGA:Menyala! ‘Kartu Immunity’ Jadi Rebutan Para Peserta Sang Juara 2024
Sebagaimana ruang inovasi kedua yang baru, dia meminta pengiriman; dan dia mungkin terkesan memiliki dokumen Timur di hadapannya.
Kodifikasi ketiga, lagi-lagi disebut Simboer Tjahaja, dari sejumlah artikel yang tidak diketahui.
Sekira tahun 1866, bentuk kodifikasi hukum adat yang dilakukan oleh Walland ini menaruh kecurigaan dan menjadi sorotan serius pejabat Belanda, terutama gubernur yang baru bertugas dan diangkat kala itu, yaitu Meijer.