Artikel ini ditulis oleh Tri Nopa Yanda (ASN Kemenkumham Sumsel, Tutor Universitas Terbuka Palembang, Penyuluh AntiKorupsi, Mahasiswa Doktoral UIN Raden Fatah Palembang) dengan judul "Potret Pendidikan Antikorupsi di Indonesia: Upaya, Tantangan dan Harapan".
Pendahuluan
Korupsi adalah masalah kronis yang telah lama mencengkeram dunia global yang terlibat dan merembes di hampir semua negara, termasuk Indonesia.
Bukan hal yang aneh di telinga masyarakat Indonesia bahwa seruan untuk melakukan aksi pemberantasan korupsi mulai terdengar lantang.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index) yang diterbitkan oleh Transparency International, Indonesia masih berada pada peringkat yang cukup memprihatinkan.
Pada tahun 2023, Indonesia menempati peringkat 115 dari 180 negara, dengan skor 34 dari 100.
Skor ini tidak berubah dari tahun 2022 bahkan peringkat Indonesia turun dari peringkat 110.
Ini mencerminkan betapa luas dan dalamnya praktik korupsi yang merasuki berbagai sektor kehidupan di Indonesia, termasuk sektor pendidikan.
BACA JUGA:Pengaruh Aplikasi Tiktok di Lingkungan Kampus, Mahasiswa Unand Beri Fakta Menggegerkan ini
Praktik koruptif di sektor pendidikan sangat mempengaruhi kualitas pendidikan dan merusak integritas generasi muda.
Fenomena seperti pemberian hadiah kepada guru pada saat kenaikan kelas dan kelulusan, pungutan liar dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan berbagai bentuk gratifikasi lainnya telah menjadi pemandangan umum.
Hal ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan dan transparansi, tetapi juga menciptakan budaya yang toleran terhadap korupsi sejak usia dini.
Dalam konteks ini, pendidikan antikorupsi menjadi salah satu upaya strategis yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas pada generasi muda.