Dari Alam Liar ke Pusat Pelatihan, Puskass Hadirkan Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya

Kamis 22 Aug 2024 - 14:43 WIB
Reporter : M Iqbal
Editor : M Iqbal

BACA JUGA:50 ASN UIN Raden Fatah Palembang Terima Tanda Kehormatan Satya Lencana, Berikut Daftar Namanya!

Selain itu, gajah-gajah Palembang di Air Sugihan, koridornya semakin terjepit, manakala hadir berbagai perusahan perkebunan dan Hutan Tanaman Industri di sana. 

Tidak saja daerah “edar”, pakan mereka juga mulai tak cukup memenuhi kebutuhan “besar” sang gajah Palembang di Air Sugihan. 

Lelehan air mata sang gajah, ketika acapkali masuk ke pemukiman untuk “sekedar” mengisi perut kosongnya. 

Dihadapi dengan berbagai tindak “enemifikasi”, gajah dianggap musuh, lawan, bahkan hewan liar nan tak berguna. 

BACA JUGA:HUT RI Ke-79, Rektor UIN Raden Fatah Tekankan Komitmen Kebangsaan dan Perkuat Integritas Profesionalitas ASN

BACA JUGA:Siswa dan Guru TK Nusa Indah Lahat Adu Ketangkasan Ikut Lomba Peringati 17 Agustus, Ini Keseruannya

“Si Mbah” tak lagi dipanggil hormat, kentungan tak lagi dibunyikan, obor pun sudah jarang dinyalakan. 

Lalu “mercon” dibakar dan disulut, tak jarang langsung diarahkan ke badan para “si Mbah” dalam mengusir “sang enemi”.

Akar konflik manusia dan gajah tercipta ketika perspektif manusia yang berhadapan dengannya berubah total. 

Perspektif domestifikasi dengan memasukkan gajah yang hidup sebagai “satwa liar” untuk berdampingan dan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia tak terdengung lagi. 

BACA JUGA:BANJIR HADIAH! Mulai dari Jalan Sehat Hingga Lomba Kebersihan Kelas, Cara Unik SMPN 3 Lahat Maknai 17 Agustus

BACA JUGA:Ini Prodi dan Fakultasnya yang Paling Susah Ditembus di Unpad

Domestifikasi dengan mutualistik relasi manusia dan gajah yang berlangsung di masa lampau, saat ini tidak terlihat jelas lagi. 

Penjinakan dan penaklukan gajah dalam bentuk “penampungan” di area suaka margasatwa, bukanlah bentuk domestifikasi itu. 

Namun dalam konsep domestifikasi itu gajah “harus” tetap diberi dan memiliki “rumah” di alam liar, baik dalam lingkup manusia, seperti masa Sriwijaya atau di sisi lain mukim manusia, seperti di masa marga.

Kategori :