BACA JUGA:Menag Luncurkan PMB PTKIN Tahun 2025 di UIN Raden Fatah Palembang
"Jadi dari logos menjadi etos yang basic-nya adalah mitos," imbuhnya.
Lebih lanjut, Menag Nasaruddin mengutip tesis seorang Sosiolog Agama Max Weber bahwa tidak mungkin kita bisa mengubah suatu prilaku tanpa mengubah sistem etos, etika masyarakat.
Terlebih menurut Menag, tidak mungkin kita bisa mengubah etika, tanpa melakukan peninjauan terhadap teologi masyarakat.
"Mulanya kami mencoba di lingkungan Kemenag, syukur-syukur nanti bisa menjadi konsumsi publik, mari kita menyadarkan masyarakat kita untuk kembali kepada ajaran luhur agamanya masing-masing," sambungnya.
BACA JUGA:Bukan Cuma Kenaikan Gaji, ini Upaya Menag Nasaruddin Umar Tingkatkan Kesejahteraan Guru di Indonesia
BACA JUGA:Pembinaan Pejabat UIN Raden Fatah, Irjen Kemenag: Tekankan Penguatan Integritas di PTKN
2. Jadikan Korupsi Musuh Bersama
Gagasan kedua imbuh Menag Nasaruddin adalah dengan menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.
"Kita perlu satu bahasa, yakni bagaimana menjadikan korupsi sebagai suatu kejahatan publik, kejahatan massif dan menjadi satu hal yang perlu kita musuhi bersama," cetusnya.
Ia mencontohkan bagaimana misalnya menyikapi gratifikasi.
BACA JUGA:Ajak Masyarakat Gunakan Hak Pilih, Menag Doakan Pilkada Berjalan Lancar di Depan Kakbah
BACA JUGA:Perkuat Literasi Alquran, Kemenag Gandeng 4 Kementerian Canangkan Gerakan Ayo Mengaji di Sekolah
"Jadi satu contoh bahwa gratifikasi itu bukan hanya bentuknya benda, tapi menjanjikan pejabat dengan seorang perempuan kalau ingin dimenangkan tendernya, jangan-jangan itu juga ada dalam masyarakat kita," tutur Menag.
"Kalau ini semuanya terjadi, (misalnya) mestinya jembatan bisa dipakai 50 tahun, tapi kok robohnya saat baru 5 tahun. Kenapa? Karena ada korupsi di situ," sambung Menag.
Di sinilah, lanjut Menag, bahasa agama menjadi penting.
"Saya bukan malaikat. Tokoh agama juga bukan malaikat. Tapi mari kita memberikan tempat kepada tokoh agama," lanjut Menag.