Pemilihan bentuk tuturan (modus kalimat dan jenis tuturan yang digunakan) dalam kato nan ampek dipengaruhi oleh norma-norma kesopanan yang terdiri dari kato mandaki, kato manurun, kato malereang, dan kato mandata.
1. Kato Mandaki (kata mendaki)
Kato mandaki merujuk pada cara berbicara dan bersikap terhadap orang yang lebih tua atau lebih dewasa dari kita, baik dari segi usia maupun status sosial yang dimilikinya.
Etika berbicara ini ditujukan kepada orang yang dihormati atau dianggap tua, seperti penghulu, ulama, orang tua, guru, dan lain sebagainya.
Konsep ini tercermin dalam pepatah Minang yang menggambarkan pentingnya berbicara dengan sopan: "Mulut yang manis mudah bergurau
Budi yang baik bahasa disukai
Enak seperti santan dengan tengguli
Pandai bergaul dengan orang besar
Ingat perkataan jika menyakiti
Jaga hati jika melukai."
Kato mandaki umumnya digunakan dalam percakapan antara anak dan orang tua, murid dan guru, adik dan kakak, serta dalam situasi lainnya.
Kato mandaki adalah bahasa yang ramah, netral dalam nada suara, dan menunjukkan rasa sukacita.
2. Kato Manurun (kata menurun)