Dari Alam Liar ke Pusat Pelatihan, Puskass Hadirkan Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya

Kamis 22 Aug 2024 - 14:43 WIB
Reporter : M Iqbal
Editor : M Iqbal

Awalnya, narasi-narasi menyedihkan penuh penderitaan para transmigran, seperti kebanjiran dan kelaparan, terdengar dari usaha keras produksi padi di lahan pasang surut. 

Mereka juga masih hidup berdampingan dengan gajah yang sesekali “mengusik” masuk perkampungan dan persawahannya. 

Para masyarakat transmigran “hanya” memberi laporan ke Kodam IV/Sriwijaya dan ke Kanwil Transmigrasi Sumbagsel di Kota Palembang untuk mengatasi masalah gajah yang terkurung di hutan tersisa terkepung wilayah transmigrasinya. 

BACA JUGA:Lalai Urus Akreditasi dan Hal Penting Lain, 84 Kampus Swasta Terancam Dicabut Izinnya

BACA JUGA:Dicabut Kemendikbud, Wakil Rektor I UKB: Kampus sedang Pembenahan untuk Status Aktif Kembali

Dengan “elok” dan “elegan” muncul Operasi Ganesha di dua bulan akhir tahun 1982 yang melegenda itu, gajah terjebak digiring ke hutan lindung tersisa di Lebong Gajah. 

Penggiringan gajah di Air Sugihan memunculkan kesadaran ke-manusia-an, bahwa gajah tersebut memiliki tingkah laku sangat mirip dengan manusia. 

Sehingga, sisi “kemanusiaan” harus menjadi bagian utama dalam memberlakukan penanganan terhadap para “binatang” liar tersebut. 

Salah satu faktor lahirnya konsep 3L, tata liman, bina liman dan guna liman yang ditelurkan, “sang penggiring” gajah, Menteri Lingkungan Hidup legendaris Indonesia dan putra terbaik Sumatera Selatan, Prof. Emil Salim, dalam menangani dan menghadapi serta melestarikan gajah di Nusantara. 

BACA JUGA:HUT Pramuka ke-63, Rektor UIN Raden Fatah Terima Penghargaan Lencana Melati

BACA JUGA:8 Universitas Pencetak PNS Terbanyak di Indonesia, Adakah Kampusmu?

Setelah Operasi Ganesha, gajah masih kerap kali melewati wilayah koridornya di desa-desa “kantong gajah” Air Sugihan. 

Namun, kesadaran yang telah muncul saat Operasi Ganesha dengan hanya mengalau gajah melalui teguran “indah” dalam bentuk “si Mbah”. 

Masih bisa meluluhkan hati gajah untuk tak “mengusik” para transmigran. 

Sayangnya, penghormatan dengan penyebutan “si Mbah”, sejak tahun 2000-an sudah jarang terdengar dari “memori kolektif” para transmigran yang sudah berganti menjadi gerenasi kedua atau ketiga di Air Sugihan. 

BACA JUGA:10 Universitas Negeri dengan Biaya Kuliah Termurah di Indonesia, UGM Masuk Daftar, Tapi Juaranya...

Kategori :