Istilah "dewasa" dalam konteks ini mengacu pada perkembangan baik psikis maupun fisik, bukan hanya kematangan fisik.
Secara etimologi, kata karakter berasal dari bahasa Inggris (character) dan Yunani (character) yang berarti membuat tajam, membuat dalam.
Kata karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti; sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Sedangkan karakter menurut Pusat Bahasa memiliki makna; bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
Adapun makna berkarakter adalah; berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.
Jadi, dapat dikatakan bahwa individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Konsep pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan.
Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui perkembangan karakter individu seseorang.
Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka perkembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Artinya, perkembangan budaya dan karakter dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter adalah mengembangkan nilai nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membantu peserta didik mencapai potensi penuh mereka sambil menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral.
Pendidikan karakter, di sisi lain, berfungsi sebagai "bengkel" bagi kecerdasan manusia serta upaya untuk membersihkan informasi, pengalaman, dan perilaku jahat dan menyimpang dengan norma-norma moral manusia yang diterima.
Pendidikan karakter juga berfungsi sebagai filter untuk memilah-milah nilai-nilai mana yang pantas untuk diperoleh para pesrta didik, mencegah mereka mengambil nilai-nilai yang dapat berdampak negatif.
Maka dari semua fenomena yang ada pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan terus eksis dan melahirkan para kader yang berkarakter.