Museum Negeri Sumsel Telusuri Jejak Marga, SMB IV Dorong Pembuatan Perda, ini Pendapat 4 Akademisi
Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel Chandra Amprayadi dan Sultan Palembang Darussalam SMB IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diradja berfoto bersama narasumber dan peserta Seminar Menelusuri Jejak Marga 2.--Alhadi/koranpalpres.com
BACA JUGA:Suku-suku di Provinsi Sumatera Barat: Tanah Asal Suku Minangkabau dan Suku Mentawai
Meskipun pada beberapa bagian dianggap masih belum sepenuhnya menjawab terhadap dugaan penyimpangan dan manipulasi adat yang dikumpulkan.
Sumber penyusunan UU Simbur Cahaya untuk masyarakat Palembang saat itu memang masih beragam hukum adat yang telah disusun dan ditulis, menggunakan istilah piagam dan istilah undang-undang.
Keduanya merupakan sumber terbentuknya UU Simbur Cahaya yang kita ketahui saat ini.
UU Simbur Cahaya bersumber dari beberapa hukum adat di daerah Palembang. berasal dari Undang-Undang Ratu Sinuhun dan Cinde Balang.
“Simbur Cahaya Karta Ampat, Bicara Lima”.
van den Berg: tradisi hukum ini dibawa dari lembah Sungai Komering oleh pendatang dari Jawa, tetapi teks keduanya telah lama hilang tanpa jejak.
Di samping itu, sumber lain yang dipakai dalam pengumpulan ini adalah piagem.
Van den Berg dan Van Vollenhoven: Meskipun, sumber yang digunakan ketika menyusun UU Simbur Cahaya yang dikodifikasi oleh Walland di daerah Bengkulu bersumber dari hukum adat setempat yang dia kumpulkan pada beberapa bagian bersumber dari hukum adat, dianggap masih belum jelas.
Akan tetapi, undang-undang ini terus diterapkan di Palembang dan sekitarnya selama bertahun-tahun.
Meski kedua Undang-Undang Simbur Cahaya ini telah diterapkan selama berpuluh-puluh tahun di daerah Palembang dan Bengkulu, wilayah ini masih memiliki persoalan karena terdapat perbedaan pada isinya.
Berdasar pada alasan inilah kemudian muncul rencana menyatukan Undang-Undang Simbur Cahaya sekitar tahun 1920.
Sebagaimana yang dijelaskan van Vollenhoven, muncul rencana pada tahun 1920-an untuk menggabungkan ketiga undang-undang Simboer Tjahaja untuk Bengkulu dan Palembang menjadi satu kodifikasi adat yang seragam untuk wilayah tersebut.