ARTIKEL KURMA: Dilema Ibu Hamil dan Menyusui: Qadha atau Fidyah?

keputusan untuk melaksanakan qadha atau fidyah seorang ibu hamil dan menyusui dikembalikan kepada kondisi masing-masing--Sumber Foto: Freepik
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Ramadan Dalam Dimensi Kesalehan Individual dan Kesalehan Sosial
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Mengenal Tiga Tingkatan Puasa yang Hakiki
Beliau berpandangan bahwasanya ibu hamil dan menyusui boleh berbuka apabila mereka khawatir pada kondisi anaknya, mereka wajib mengganti dengan qadha dan wajib membayar fidyah.
Jika khawatir pada keduanya, maka mereka dibolehkan untuk berbuka dan wajib mengganti dengan qadha saja.
Hal ini bertentangan dengan pendapat Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla, yang menjelaskan bahwa ibu hamil dan ibu menyusui tetap diwajibkan untuk berpuasa.
Namun, jika mereka khawatir tentang kesehatan anak yang mereka kandung atau menyusui, maka mereka wajib untuk berbuka dan tidak perlu mengqadha ataupun membayar fidyah.
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA! Dari Spiritual ke Sosial: Makna Puasa dalam Perspektif Tafsir Maqasidi
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Toleransi Berniaga Kuliner di Bulan Suci Ramadan
Adapun golongan yang wajib melakukan qadha puasa menurutnya hanya ada lima golongan; wanita yang sedang haid, wanita yang sedang nifas, orang sakit, musafir dan orang yang muntah secara sengaja.
Dilansir dari jurnal Universitas Muslim Indonesia (UMI) Medical Journal tahun 2020 yang ditulis oleh 9 orang dokter RS Ibnu Sina, tingkat gula darah ibu hamil sangat menentukan apakah mereka boleh berpuasa atau tidak.
Janin memiliki persentase konsumsi gula sekitar 6 mg/kg berat janin per menit. Jumlah ini hampir tiga kali lipat dari jumlah yang dikonsumsi oleh orang dewasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun persentase gula ibu hamil cenderung menurun, tidak menyebabkan rendahnya berat badan bayi yang lahir.
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Memahami Tiga Fase Keistimewaan Bulan Ramadan, Mari Kita Amalkan
BACA JUGA:ARTIKEL KURMA: Peran Ramadan Dalam Pembentukan Karakter dan Spiritual Muslim
Perubahan tersebut disebabkan oleh lamanya puasa dan jumlah energi yang dikonsumsi. Dengan demikian, efek puasa bagi janin tidak mengakibatkan kelahiran bayi rendah.