Realitas Kesantunan Berbahasa Gen Z Minangkabau di Era Digital, Bikin Mahasiswa Unand Lakukan Hal ini
Nilai norma kehidupan dan aturan dalam berbahasa, terutama dalam penerapan kato nan ampek, dapat tertanam dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.--wikipedia
Kato nan ampek terdiri dari kato mandaki, kato mandata, kato manurun, dan kato malereng.
Kato Nan Ampek dan Penerapannya
Dalam kebudayaan Minangkabau, pedoman untuk menjaga norma kesopanan dalam berbahasa sehari-hari adalah kato nan ampek (kata yang empat).
Menurut Oktavianus (2012:157), konsep kato nan ampek merupakan salah satu struktur kehidupan masyarakat di Minangkabau.
Kato nan ampek, menurut Aslinda dalam Revita (2013:33), adalah aturan tuturan dalam bahasa Minangkabau yang penggunaannya bergantung pada hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam kehidupan sehari-hari.
Pemilihan bentuk tuturan (modus kalimat dan jenis tuturan yang digunakan) dalam kato nan ampek dipengaruhi oleh norma-norma kesopanan yang terdiri dari kato mandaki, kato manurun, kato malereang, dan kato mandata.
1. Kato Mandaki (kata mendaki)
Kato mandaki merujuk pada cara berbicara dan bersikap terhadap orang yang lebih tua atau lebih dewasa dari kita, baik dari segi usia maupun status sosial yang dimilikinya.
Etika berbicara ini ditujukan kepada orang yang dihormati atau dianggap tua, seperti penghulu, ulama, orang tua, guru, dan lain sebagainya.
Konsep ini tercermin dalam pepatah Minang yang menggambarkan pentingnya berbicara dengan sopan: "Mulut yang manis mudah bergurau
Budi yang baik bahasa disukai
Enak seperti santan dengan tengguli